Akibat Vacuum Cleaner Part 3

Aku pulang dalam keadaan senang, percaya diri, tapi bima tak ada dirumah. Bima datang sekitar jam 6 memakai baju basket, terlihat berkeringat dan kotor. Rambutnya basah. Kubayangkan beginilah dia ketika selesai ngewe wanita dengan kontolnya. Sial, aku berdiri di depannya. Marah.
“Ke mana saja jam segini baru pulang?”
“Huh? Habis main basket mah.”
“Apa kau lupa? Kau lagi mama hukum.”
“Mama serius?”
“Tentu saja. Vacuum mama malah kau rusakkan.”
Anakku menyeringai padaku.
“Aku juga menyakiti tenggorokan mama, apakah akan dihukum juga?”
“Dasar nakal. Pergi ke kamarmu!”
“BIma hanya bercanda mah. Santai saja.”
“Tidak, itu bukan bahan candaan.”
“Terserah”
Aku terkejut. Kukira menghisap kontol anakku bakal membuatku lebih dihormati. Ternyata tidak. Setidaknya sekarang aku tahu, seks tidak bisa merubah sifat orang.
Kuikuti bima, kuketuk pintunya.
“Bima. Kamu harus minta maaf sama mama.”
Bima membuka pintunya…telanjang. Ya, aku telah melihatnya telanjang, tapi aku tak mengharapkannya lagi.
“Kenapa tak dibaju?”
“Bima mau mandi mah. Baiklah maafkan bima mah.”
Kukepal tanganku mencoba mengalihkan mataku dari kontolnya. Sungguh besar, menggantung di antara pahanya.
“Mama ingin kamu serius.”
“Baiklah. Bima minta maaf atas kata – kata bima barusan. Bima hanya bercanda. Bima kira mama takkan menanggapi serius.”
“Tentu saja. Mama tak bangga melakukan itu dan bima memaksa mama. Mama hanya mencoba menolong dan tak ingin dijadikan bahan candaan. Kamu harus menghormati mama.”
“Bima memang menghormati mama. Maaf bima maksa mama hisap kontol bima. Bima kira mama menginginkannya.”
“Mengapa kau berpikir begitu?”
Aku masih pura – pura marah padanya. Kuusahakan agar mataku tak menatap kontolnya. Memekku tahu itu. Otakku mengirim sinyal hingga memekku basah.
“Kelihatannya mama menikmati mengocok kontol bima, dan mama terus menatap kontol bima, dan hisapan mama. Jadi kukira mama mengingkannya.”
“Mama kasih tahu, mama tak ingin.”
“Benarkah? Karena saat mama menghisap kontolku, kurasa mama menginginkannya.”
“Mama hanya berusaha agar kamu cepat kluar. Karena mama mahir bukan berarti mama menyukainya.”
“Uh huh. Bima mau minta mama menghisap kontol bima lagi sehabis mandi.”
“Apa kamu gila? Mama sudah bilang hanya sekali dan takkan terulang.”
“Nah, bima rasa tidak. Bima rasa mama menginginkannya.”
Bima mendekat, meraih tanganku dan membawanya ke kontolnya. Kucoba menarik tanganku tapi pegangannya kuat.
“Bima, lepaskan mama.”
“Jangan melawan.”
Tanganku ditekannya. Menempelnya tanganku membuat kontolnya semakin membesar.
“Hentikan. Mama takkan melakukan ini lagi. Ini salah. Mama ibumu demi tuhan.”
“Mah, bima mau bilang sesuatu. Bima ingin ngewe mama.”
“Bima!”
“Sejak lama bima ingin ngewe mama. Mama sangat seksi.”
“Bima! Ini sungguh tidak pantas. Aku ibumu nak. Mama tak mau melakukan ini lagi. Lepaskan mama nak.”
Dia buka paksa jariku, hingga kontolnya tergenggam, ia kocok tanganku hingga kontolnya terkocok. Tangannya yang lain memegang pinggulku dan menariknya hingga. Kucoba menghidar tapi kalah kuat. Lalu ia memajukan mulutnya, menciumku. Ini terlalu dekat dan salah. Sesaat, aku kehilangan kontrol. Ciumannya tak seperti ciuman yuni yang hangat, pelan. Tapi ciumannya ganas. Lidahnya menjilati lidahku. Bibirnya makin liar. Aku tak bisa melawan. Kucium juga dia. Ya, aku mencium anakku. Anakku! Kenyataan ini menghentikanku. Dengan bangga kukatakan kugigit lidahnya.
“Oh, sial.”
“Jangan pernah lakukan itu lagi!”
“Lalu? Mama bisa menyepongku tapi bima tak bisa mencium mama?”
“Ada apa denganmu? Aku mamamu! Lepaskan mama sekarang juga!”
“Sini.”
Bima membawaku ke ranjangnya.
“Tidak. Apa kamu mau mama hukum?”
Kutarik tanganku. Bima mendorongku hingga terduduk di dekat ranjangnya. Ternyata posisiku menguntungkannya. Mataku sejajar dengan kontolnya yang makin mengeras. Tangannya melepaskan tanganku lalu memegang kepalaku. Tangan satunya memegang kontolnya dan mengarahkannya. Kucoba menggeliat menghindari kontolnya.
“Tidak! Takkan mama hisap lagi.”
Tercium bau kontolnya, penuh keringat setelah dia basket seharian.
“Buka mulutnya mah, bima tahu mama menyukainya.”
Dia tekan kontolnya ke bibirku. Kugelengkan kepala mencoba menghindar. Kutatap matanya.
“Bima, tolonglah. Aku ibumu nak. Mama merasa dipermalukan. Jangan paksa mama.”
Dia menyeringai.
“Akui mama suka menyepong kontolku.”
“Mama tak menyukainya.”
“Akui atau kupaksa sampai ke tenggorokan mama.”
“Bima, mama perempuan. Menyukai dan menginginkan adalah hal yang berbeda. Baiklah, mama memang suka menyepong kontol, tapi aku ibumu, jadi mama tak menginginkannya. Tolong jangan paksa mama lagi nak!”
“Bima ingin keluar. Seharusnya mama bawa bima ke rs jika mama tak mau menolong bima.”
“Mama tahu mama salah. Tapi mama tak mau melakukan ini lagi.”
“Buka mulutnya mah.”
“Bima”
“Buka”
Kugelengkan kepalaku.
“Buka. Atau… atau…. Bima entot mama.”
Aku terkejut.
“Kau takkan bisa…”
“Coba saja mah, tantang bima.”
Bibir bawahku bergetar, lalu kubuka mulutku. Helm kontolnya langsung masuk diantara gigiku. Kulebarkan lagi rahangku. Anakku terus menusukan kontolnya hingga mentok di tenggorokanku. Aku tersumpal, kucoba mendorongnya agar bisa bernafas. Kontolnya ditariknya, basah oleh liurku. Kuhirup nafas dan ia masukkan lagi kontolnya.
Gerakan kontolnya mulai pelan. Ia mulai menukkan kontolnya hingga mentok. Aku terus muntah. Air mata jatuh tak tertahankan. Aku sudah tahu berapa lama sampai ia keluar. Aku takkan pernah bisa bertahan. Kupegang kontolnya mencoba mencabutnya dari mulutku agar aku bisa bernafas. Air liurku menetes.
“Tunggu. Mama gak tahan. Pelan – pelan nak.”
“Ayolah. Bima pingin lagi.”
Kontolnya mulai menekan mulutku lagi.
“Biar mama kocok agar bisa bernafas.”
“Oke. Lakukan mah.”
Ia angkat kedua tanganku dan mendaratkannya di kontolnya. Aku mulai mengocok sambil bernafas dalam – dalam. Rahang dan tenggorokanku sakit tapi memekku mulai basah. Aku terangsang. Aku sungguh ingin memainkan klitorisku sambil memainkan kontolnya, tapi jika kulakukan, mungkin dia pikir aku ingin diewenya. Aku tak bisa membiarkan itu terjadi.
“Enak?”
“Tak seenak mulut mama.”
“Bima, kamu tak boleh kasar sama mama. Mama bukanlah lubang tempat kontolmu.”
“Bima gak tahan kalau terangsang. Rasanya bima jadi gila.”
“Mama tahu memang sulit nak. Tapi kamu mesti hormati mamamu, dan saat mama bilang tidak, ya tidak.”
“Kenapa mama mesti bilang tidak?”
Kontolnya mulai mendekati mulutku lagi. Aku tau keinginannya, tapi aku tak siap. Namun, kucium helmnya dan kujilat.
“Sebab mama mencintaimu, dan kita tidak boleh begini.”
Ia mengerang saat kujilat kontolnya. Kumainkan lidahku di batangnya, helmnya. Terhirup bau tubuhnya. Kucium pangkal batangnya. Dia benar – benar mesti mandi. Kucium testisnya, ternyata lebih bau. Kubuka mulutku agar testisnya masuk. Erangannya makin menjadi saat kukocok kontolnya dan kuhisap testisnya.
“Enak mah. Bima hampir keluar. Hisap lagi mah.”
“Bima, rahang mama sakit.”
“Ayolah mah, hisap lagi. Takkan bima tekan hingga mentok.”
AKu takut ia akan memaksa kalau aku menolak.
“Baiklah. Tapi mama ingin kamu hormati mama.”
“Oke mah.”
Kepalaku dipegangnya. Kupegang batangnya agar bisa kukontrol hingga tak mentok. Kumasukan helmnya saja, kumainkan lidahku. Kuhisap dan kugerakan mulutku. Dia mengerang.
“Nikmat. Bima keluar mah… oh… oh…”
Kusiapkan mulutku hingga saat spermanya muntah, kutelan sebanyak mungkin. Tapi tetap saja, mulutku tak cukup menampung. Spermanya keluar dan memenuhi bibir dan daguku. Helmnya tetap di mulutku sementara batangnya kupijat agar tak ada sperma yang tertinggal.
“Selesai?”
Kukeluarkan kontolnya. Kujilat bibirku agar bersih.
“Ya. Makasih mah.”
Aku berdiri, kutatap anakku.
“Sama – sama. Lain kali bima mesti bisa mengontrolnya. Bima tak boleh maksa mama melakukan hal yang tak mama inginkan. Mengerti?”
Ia mengangguk. Seperti kalau ia berbuat salah.
“Dan mama ingin kamu cari pacar. Agar bisa membantu kebutuhan seksualmu. Karena itu bukan tugas mama, oke?”
“Bima tahu mah.”
“Oke. Bima masih mama hukum.”
Bima tetap di kamarnya semalaman. Kuharap ia menyadari betapa salah kelakuannya, memaksaku menghisap kontolnya sepertii itu, mengancam mengeweku. Kuharap dia hanya menggertak, tapi perasaanku mengatakan ia tak menggertak. Aku harus berbicara dan meluruskannya. Semuanya mulai kacau. Kurasa lebih baik kuberitahu yuni semuanya. Mungkin aku tak sepintar dia.
Kuberbaring jam 11an. kunikmati gosokan tanganku di memekku yang kelaparan memikirkan kontol anakku. Ya, memang salah, tapi aku tak bisa menyingkirkan pikiranku. Tapi aku tak salah. Dia yang memaksaku. Aku hanya bisa menjadi ibu yang baik dan melayaninya, meski ia bilang ingin mengentotku. Aku bangga pada diriku, kubayangkan kontol anakku saat kumainkan memeku, aku berhak menikmatinya.
Aku terbangun tengah malam karena bima mengejutkanku. Saat mataku terbuka kulihat kontolnya di hadapanku. Ia tak memakai celana.
“Tidak, bima, kembali ke kamarmu. Sekarang!”
“Bima ingin keluar mah.”
“Baru saja tadi kau keluar. Mama tak bisa terus begini.”
“Bima dengar mama mainkan memek mama setelah di kamar.”
Aku bangkit dan kunyalakan lampu.
“Apa yang mama lakukan di kamar mama sama sekali bukan urusanmu.”
“Ya, tapi mama juga terangsang kan.”
“Bima, mama juga punya kebutuhan. Tapi bukan berarti mama mau melakukan apa saja denganmu. Apa kamu dengar mama meminta bantuanmu?”
“Jika mama minta bantuan, bima akan datang.”
“Bima, cukup.”
“TIdak mah, bima serius. Gini saja ma, gimana kalau bima jilat memek mama dan mama hisap kontol bima. Kita bisa main 69.”
“Tuhan, tentu saja tidak. Kau, anak muda, takkan melihat milikku.”
“Kalau gitu, hisap kontolku.”
Tangannya mendekati kepalaku.
“Tidak. Mama takkan menghisapnya lagi. Mama sudah bilang. Tidak berarti tidak.”
Aku mundur menghidari tangannya.
“Tolonglah mah, bima butuh bantuan.”
Bima merajuk seperti biasa.
“Meski mama mau, mama tak bisa. Rahang mama sakit, tenggorkan mama juga sakit. Dan mama lelah, mama tak lagi muda. Umur mama udah 35. Mama tiap hari kerja. Tidurlah, dan mungkin jika bima baik, sabtu nanti mama akan kocok saat bima mau keluar. Hanya itu.”
“Bima tak bisa menunggu mah.”
Bima mulai menaiki ranjangku. aku menghindar.
“Tidak, bima.”
Anakku mulai mendekatiku, kontolnya makin mengeras tapi dibelakangku ternyata tembok.
“Bima, mama mohon.”
“Kocok saja mah.”
“Tidak. Ini salah, sudah mama bilang. Bima mesti masturbasi sendirian saja.”
“Sudah bima coba mah.”
“Gimana kalau mama kasih cd yang mama pakai? Bisa bima pake.”
Dia menatap kakiku dan cd putihku. Bajuku telah tak bisa menutupinya. Kacau, cd ku basah oleh cairanku.
“Baiklah mah.”
“Oke? Bagus nak. Sekarang kembali ke kamarmu, nanti mama berikan.”
“Tidak. Biarkan bima gesekkan kontol bima sekarang.”
“Mama takkan melepasnya dihadapanmu.”
“Mama tak perlu membukanya. Pake saja ma.”
AKu mengerti maksudnya. Aku tak menyukainya.
“Tidak bima, tidak boleh nak.”
“Dengar, bima mencoba berbuat baik. Bima hanya menggesekkannya saja ke cd mama, saat mama memakainya. Jadi mama tak perlu telanjang.”
“Memekku di sana nak, kau akan menggesek memek mama.”
“Ya, bima tahu mah. Ayolah, tolong bima.”
Dia memegang pinggangku. Aku tahu bima tak perlu jawaban. Aku berusaha menolaknya.
“Bima hentikan. Mama takkan melakukan ini. Ini salah.”
Saat aku terbaring, dia memegang pahaku, melebarkannya. Tuhan, dia sangat kuat. Pahaku terbuka, nampaklah selangkanganku yang tertutup cd. Tubuhku bereaksi lain, memekku makin basah memikirkan kontolnya menggesek cdku. Aku terus meronta, mencoba mendorongnya menjauh. Tapi saat kontolnya mendekati cd ku, aku tahu tak ada gunanya meronta.
“Oke, tunggu sebentar ma.”
Bima memegang kontolnya, mengarahkanny ke cd ku.
“Mama biarkan bima kali ini. Tapi jika bima membuka cd mama atau mencoba ngewe mama, mama takkan mengakuimu lagi sebagai anak mama.”
“Bima takkan melakukan itu. Biarkan saja bima menggeseknya.”
Ia tekan cd ku dengan kontolnya tepat di atas klitorisku. Membuat tubuhku bergetar nikmat, aku benci betapa aku menyukainya.
“Oh.”
“Tenang mah.”
Lalu kontolnya digosokan ke sepanjang memekku. Aku mendesah.
“Bima, mama mohon jangan ngewe mama, nak.”
“Bima tak bisa ngewe menembus cd mah, tenang saja.”
Kuambil nafas perlahan saat ia mulai lagi menggesekkan kontolnya hingga helmnya beradu menggesek klitorisku. Kutekan kepalaku ke bantal, kututup mataku dengan tanganku. Aku seperti menangis.
“Mama tak percaya membiarkanmu melakukan ini. Mama sungguh ibu yang buruk.”
“Mama justru ibu yang sempurna. Hanya ibu yang sempurna yang membiarkan anaknya melakukan ini.”
Kontolnya ditekankan pada liang memekku.
“Jangan begitu. Jangan coba menusukan kontolmu.”
“Tentu tidak mah.”
“Jangan menekannya seperti itu. Mama sungguh – sungguh.”
“Santai mah. Coba nikmati saja.”
Ia sapukan lagi kontolnya ke klitorisku, memfokuskannya. Oh tuhan, nikmat sekali. Aku tak ingin mengerang, tapi tak bisa menahannya. Memekku disentuh kontol, dan aku menyukai rasanya. Aku bergumam.
“Oh tuhan.”
Ia rapatkan pahaku, hingga kontolnya tertekan ke memekku. Lalu ia mulai memompa pahaku di atas memeku. Ia pegang bajuku, menaikkannya dan membukanya hingga susuku yang kecil terlihat. Tangannya menyentuh susuku, jarinya memilin putingku. Aku bahkan tak bereaksi. Aku dijamahnya dan tak ada yang bisa kulakukan. Bahkan, kontolnya yang keras terus menggesek klitorisku, meski tertutup cd, aku tahu dia akan membuatku keluar, dan aku akan berteriak, dan dia akan tahu betapa aku menyukainya. Jadi kututup mulut dengan tanganku, menggigit telapak tanganku agar tak bersuar. Dia tak boleh tahu betapa nikmatnya ini.
Lalu semua mulai kacau. Saat ia menarik kontolnya, helmnya selip ke dalam cd ku dan batangnya mulai masuk ke bawah cd. Kurasakan kontolnya menyentuh memekku. Langsung kupegang tangannya agar berhenti dan membuka pahaku.
“Berhenti. Hati – hati!”
Ia berhenti dan melihat ke bawah. Cdku condong ke pinggir. Bibir memekku terlihat . kontolnya ada di dalam cd ku. Kepalanya di luar cd sedang batangnya menempel pada memeku.
“Oke, berhenti dulu.”
Kulepaskan kontolnya dan kubetulkan cdku.
“Kita tak bisa melanjutkan.”
Ia mundur, mungkin akan berhenti. Ternyata ia pegang cdku, mengangkatnya dan kembali memajukan pinggulnya. Kontolnya mengenai memekku, kulit menyentuh kulit. Memekku makin basah dibuatnya. Aku terengah – engah.
“Jangan.”
Aku menunduk, menyelipkan tanganku antara kontolnya dan memekku. Tapi ia menekan kontolnya melewati jariku dan memekku. Kucoba menghentikannya tapi tak berguna.
“Hentikan bima. Tolong, kita tak boleh begini, tidak dengan anakku sendiri. Mama mohon. Hentikan.”
“Oke mah.”
Ia menghela. Lalu menarik kontolnya. Lalu ia memakaikan lagi cdku. Hingga memekku tertutupi cd lagi. Ia mengangkat tanganku yang menutupi selangkangannya.
“Lebih baik kan.”
Lalu ia majukan lagi kontolnya hingga menempel pada cdku. Ia pukul pukulkan helmnya. Kuperhatidan dia. Lalu dia mulai menekan kontolnya. Cd ku ikut tertarik bersama helm kontolnya. Kurasakan kain cd yang mulai menusuk. Kupegang bahunya.
“Bima.”
“Bima tak nimbus cd mama.”
Ia seperti mendorong hingga kontolnya tercetak oleh cdku. Helmnya mulai memasuki liang memekku.
“Bima. Kontolmu mulai masuk memek mama! Hentikan!”
“Tidak mah, hanya mendorong saja. “
Tapi cd ku sepertinya lebih banyak berada di memekku daripada menutupi memekku. Kupegang batang kontolnya.
“Hentikan bima. Mama tahu apa yang kamu lakukan. Kita tidak bisa!”
“Kita bisa mah. Mama tahu mama menginginkannya.”
Ia menatap mataku. Kontolnya menekan cdku saat ia dorong, tapi memekku malah membuka saat helm kontolnya masuk. Klitorisku berdenyut antara sakit dan nikmat. Sudah lama aku tak ngewe, hingga aku tak siap, apalagi kontolnya termasuk besar. Kurapatkan memekku agar kontolnya tak masuk lagi. Kutekan dadanya, tapi ternyata tak membantu sama sekali.
“Jangan bima, aku mamamu. Apakah itu tak berarti bagimu?”
“Yah. Artinya memek mama milik bima.”
Ia tekan lagi kontolnya dan sobeklah cdku. Aku menghela menahan nafas. Batangnya masuk tanpa ada penghalang. Kontolnya di dalam memekku. Kugigit bibirku. Kontolnya sungguh besar dan memekku sangat kecil. Bibir memekku meregang seiring kontolnya. Oh tuhan, betapa nikmatnya. Kututup mataku dan air mata jatuh di sudut mata. Ia tekan lebih dalam kontolnya. Membuatku merasakan sakit dan nikmat sekaligus. Aku meracau.”
“Oh…”
“Oh… yes.”
“Mama tak percaya kamu ewe mama.”
“Yeah. Kuewe mama.”
Ia tarik kontolnya, lalu menusukkannya kembali. Aku meringis.
“Oh tuhan, apa yang kau lakukan nak? Cabut! Ini salah nak.”
“Mama menyukainya kan.”
Ia memompa kontolnya lagi. Kakiku bergetar, jari kakiku mengeriting.
“Oh, kontolmu besar sekali. Tuhan, aku tak bisa.”
“Tentu mama bisa.
Ia gerakkan kontolnya pelan, kontolnya menghilang ditelan memekku. Aku tak percaya semuanya bisa masuk. Aku berbisik.
“Mama malu.”
“Karena mama menyukainya?”
Ia pegang pinggulku. Ia tarik kontolnya dan menusuk kembali. Rasanya perutku ditusuk helmnya. Aku mengerang.
“Oh, pelan – pelan nak.”
“Bilang mama menyukainya dan bima akan pelan – pelan.”
Kugelengkan kepalaku.
“Mama takkan bilang begitu.”
Ia terus menusukkan kontolnya. Aku mengerang dan merintih.
“Jangan terlalu dalam nak.”
“Mama sangat basah.”
Ia tarik dan tusukkan kembali kontolnya lebih dalam. Aku tak bisa berbuat apa – apa kecuali melihat kontolnya menjamah memekku. Batangnya basah oleh cairan. Ia dorong lagi kontolnya, keras, tanganku menekan tembok.
“Oh.”
“Akui mama ingin diewe bima.”
“Tidak.”
Ia terus memompa kontolnya. Kutahan diriku agar tak bergerak, merintih sementara ia menusuk memek kecilku, klitorisku mengeras dan ikut terbawa masuk. Ia mulai mempercepat ritmenya. Aku mengerang keras. Aku tak bisa menahannya. Aku akan keluar dan dia akan tahu.
“Oh tuhan. Oh. Oh…… oh…………..”
“Mama keluar?”
Bima tertawa.
“Bima tahu mama menyukainya.”
Kakiku gemetar dan memekku membasahi batang kontolnya makin melumasinya. Ia makin keras ngewe. Meski memekku makin sensitif, ia terus saja mendorong kontolnya. Kucoba agar memelankannya dengan tanganku, tapi tak berguna. Ia tetap ngentot. Aku mengerng terus. Aku tahu ia bakal membuatku orgasme lagi. Aku tak bisa menahannya. Aku berteriak.
“Tuhan. Oh…. Bima….”
“Ya mah. Bilang mah, bilang mama menyukainya.”
“Mama keluar lagi!”
“Bima tahu.”
Kontolnya makin keras menekanku hingga pantatku terangkat.
“Oh, mah. Bima mau keluar mah.”
“Jangan. Jangan di dalam! Mama mohon! Mama hisap hisap aja. Keluarkan nak.”
Spermanya muncrat. Memenuhi memekku dengan lahar panas. Aku mengerang dan menutupi wajahku.
“Tidak…”
“Ya.”
Bima mengerang. Kontolnya masih menyembur di dalamku. Tak ada yang bisa kulakukan. Ia keluar di memekku. Sungguh buruk.
“Oh tuhan.”
“Oh.”
Tusukannya melemah. Ia jatuh menindih tubuhku tapi langsung kugulingkan. Kontolnya lepas dari memekku. Aku bangkit menuju kamar mandi, kubanting pintunya.
Aku bercermin, mataku merah karena menangis. Aku sungguh malu. Kulebarkan kakiku melihat memekku. Kurasakan spermanya mengalir keluar memeku.
“Oh tuhan. Oh tuhan, tidak. Apa yang kulakukan?”
Kuguyur tubuhku, kukorek memekku agar spermanya keluar. Aku tahu takk ada gunanya, tapi mesti kucoba. Bima mengetuk pintu kamar mandi.
“Mah? Mama baik – baik saja?”
“Tinggalkan mama. Mama tak ingin bicara sama kamu.”
Ia buka pintunya dan melangkah. Ia menatapku.
“Keluar!”
“Bima ingin memastikan mama gak apa – apa.”
Kubiarkan dia. Ia tak pernah mendengarkanku. Aku marah. Kembali kubersihkan memekku. Aku tak peduli ia melihat. Lagian ia telah ngewe aku.
“Mama malu dan kecewa sama kamu. Mama tak percaya kamu ewe mama seperti tadi, seperti pelacur yang kau ambil.”
Kutunjukan tanganku yang belepotan spermanya.
“Kamu keluar di dalam mama. Apa kamu tahu artinya? Mama akan hamil anakmu. Anakmu, bima. Apa yang kau pikirkan.”
“Bima tak berpikir mah. Bima lagi terangsang. Maaf.”
“Pergi saja. Mama bahkan tak sanggup menatapmu.”
“Ayolah mah, maafkan bima.”
Ia melangkah. Mendekat. Kontolnya setengah mengeras, dipenuhi cairan kami. Ia pegang pinggulku.
“Jangan sentuh mama.”
Aku marah. Tapi dia tak terpengaruh.
“Jangan begitu marah. Bima tahu mama menyukainya. Mama keluar dua kali.”
Dia makin dekat. Mencoba memelukku tapi kutekan dia.
“Hentikan.”
“Akui saja mama menyukai, nikmat.”
“Baiklah. Mama menyukainya karena memang nikmat, tapi tak berarti mama menginginkannya. Sudah mama bilang, mama juga perempuan, punya kebutuhan, tapi kamu anakku. Mama tak ingin seks sama kamu.”
“Kenapa tidak?”
Ia menatap memekku, lalu memegangnya dan mengusap klitorisku. Kusingkirkan tangannya.
“Kenapa tidak? Apa kamu gila? Kamu darah dagingku. Kamu lahir dari memek ini. Kamu tak boleh kembali.”
Ia menyeringai. Lalu ia dekatkan kontolnya ke memeku.
“Tidak. Sudah cukup. Jangan.”
“Aku selalu terangsang mah. Karena mama membuatku terangsang.”
Kucoba mendorongnya. Tapi ia terlalu kuat. Ia menarik tubuhku. Ia arahkan kontolnya dengan tangan.
“Tidak. Bima, jangan lagi nak.”
Tak ada waktu melawan saat ia mendudukanku di lantai. Ia dorong kontolnya ke memekku. Aku mengerang.
“Oh… hentikan nak, jangan ewe mama.”
Ia tekan kontolnya lebih dalam. Aku tak bisa pergi, tak bisa menghentikannya. Ia mulai memompaku. Kontolnya membesar dan mengeras dalam memekku. Aku mengerang.
“Kenapa kau lakukan ini nak?”
“Mama terasa enak. Mama tahu sebelumnya bima belum pernah ngewe.”
Kututup mataku saat ia mulai ngentot memekku. Aku berbisik.
“Hentikan nak.”
Ia tak peduli. Kontolnya makin keras. Aku tak bisa fokus. Kurasakan sensasi kontolnya memenuhi memekku.
“Memek mama nikmat.”
“Mama benci kamu.”
“Ya, tapi mama suka rasanya kan. Mama tak sabar ingin memainkan kontolku setelah mengeluarkannya dari vacuum. Dasar pelacur sange.”
Aku marah padanya. Terlebih karena dia benar. Ya, aku menginginkannya. Ya, rasanya sungguh nikmat. Tapi, beraninya ia mengejekku? Kutampar pipinya. Ia berhenti dan menatapku. Aku tak pernah menampar anakku sebelumnya.
Ia menyeringai. Tangannya memegang kepalaku, mendekatkannya dan menciumku. Kupegang bahunya mencoba mendorongnya tapi kontolnya mulai menusukku lagi. Perlawananku sia – sia. Akhirnya kubiarkan anakku menciumku, mengentotku, meremas dadaku.
Kakiku melingkari tubuhnya saat ia ngewe. Ia tahu ia akan membuatku keluar lagi dan tak kusembunyikan. Aku hanya berteriak dan menarik kepalaku ke belakang.
“Oh, tuhan. Ohh….”
“Yah… kau menyukainya kan pelacur”
“Dasar anak durhaka.”
“Oh… kan kupenuhi memekmu lagi.”
Aku tahu ia akan segera keluar saat ia makin dalam menekankan kontolnya. Lalu kontolnya menyemburkan sperma. Rasanya memekku dipenuhi spermanya. Aku hanya bisa mengerang.
Kami melihat memekku. Melihat kontolnya yang masih menancap. Menyemburkan hingga tetes terakhir. Akhirnya ia cabut kontolnya.
“Nikmat luarbiasa.”
“Apa kau selesai?”
“Huh?”
“Mama tanya sudah selesai? Apa kamu sudah cukup ngentot mama nak?”
“Ayolah mah. Gak apa – apa kok kalau memang suka.”
“Mama hanya ingin sendiri. Pergilah nak.”
Ia bangkit dan keluar. Kubersihkan lagi memekku. Akhirnya memekku dimasuki kontol lagi setelah sekian lama. Aku kembali ke kamar. Ke ranjang. Tidur. Anakku ngentotku dua kali. Rasanya ini salahku. Seperti kubiarkan dia melakukannya. Aku benci diriku. Aku tak pernah sekecewa ini sama bima. Ia memperkosaku. Aku dipermalukan.
Bersambung :