Buku Harian Ari Part 36

Buku Harian Ari Part 36
Sebuah Pilihan
Ari
“Uhhmm hhmm” hanya suara itulah yang dapat terdengar dari cumbuan antara aku dan mbak tini. Jemariku yang begitu lincah berhasil membuat celana yang mbak tini kenakan menjadi basah oleh cairan pelumas dari memeknya. “Uhh langsung aja ya mass… udah gatel nih” desah manja mbak tini. “Ini belum bangun gimana dong mbak?” ucapku seraya mengurut-urut kontolku dari balik celana. Dengan tergesa-gesa dan kasar mbak tini membuka celanaku, dan langsung melumat kontol lemasku, cukup kewalahan aku dibuatnya. Saat kontolku sudah tegak mengacung dan siap bertempur, tanpa memberikan kesempatan bagiku untuk mengambil posisi, mbak tini langsung menurunkan celana dan cd yang ia kenakan, lalu naik ke pangkuanku. “Bless” masuk semua kontolku ke dalam memek basah mbak tini dengan mudahnya. “Ahhh inihh… kontol yang akuhh rindukan” desah mbak tini seraya menaik turunkan tubuhnya.
Toket montoknya berayun indah di hadapanku, dan langsung kuremas dan kutarik keluar dari tangtop putih miliknya. Kulumat kanan dan kiri secara bergantian, “Uhhmm sshh masss ahhh” desahan demi desahan dari mbak tini semakin ‘membakar suasana’. Tak butuh waktu lama, “Mass akhh masss” desah mbak tini dengan gerakan yang semakin liar, kurasakan dinding memeknya mengembang dan mengempis dengan cepat, dan menyemburlah cairan cinta miliknya. Seketika rubuh lah tubuh mbak tini, kupeluk erat tubuhnya, perlahan aku bangkit dari duduk, lalu dengan sekuat tenaga aku berusaha berdiri dengan menggendong tubuh lemas mbak tini tanpa melepaskan kontolku dari memeknya. “Ahh mass nya gagah banget” desah mbak tini. Akupun menyodok memek mbak tini dengan posisi berdiri dan menggendongnya, “Akkhhh sshh masss” desah mbak tini. Tak beberapa menit, “Tok…tok…tok” terdengar suara ketukan pintu kos mbak tini. Kami berdua pun panik, aku disuruh oleh mbak tini untuk ke belakang, sementara ia memakai kembali pakaiannya.
“Ahh kak rina… ada apa kak?” ucap mbak tini saat membuka pintu kos. “Ini loh mbak… saya mau pinjam obeng untuk betulin pintu saya” ucap mbak-mbak yang bernama rina tersebut. “Oh iya sebentar ya kak” ucap mbak tini. “Siapa mbak?” tanyaku saat mbak tini ke tempat aku bersembunyi. “Tetangga saya mas, mau minjam obeng” ucap mbak tini. Akupun membantu mbak tini mencari obeng yang dimaksud, dalam beberapa kondisi, mbak tini terpaksa menunduk untuk mencari obeng tersebut. Aku yang masih dikuasai birahi, langsung menurunkan celana pendek yang ia kenakan, dan kembali memasukkan kontolku ke memeknya. “Sshh mass sabar dulu ahh…. Ini obengnya belum ketemu” desah mbak tini masih dengan posisi menungging. “Ada gak obengnya mbak?” teriak tetangga tersebut. “Iiih iyaahh bentar kak… ssh… Ini udah dapat” pekik mbak tini seraya berdiri dari merapikan kembali celana pendeknya. “Nih kak obengnya” ucap mbak tini.
“Oh iya… saya pinjam dulu yaa” ucap sang tetangga. “Kamu nakal ya mas… lagi nyari juga, malah dientot” ucap mbak tini seraya mencubit bahuku. Ia lalu menarikku menuju kamarnya, setibanya di kamar mbak tini, ia tak langsung mengizinkanku untuk naik ke ranjangnya, ia malah merapikan ranjangnya terlebih dahulu, dan lagi-lagi ia menungging. Saat ia berada posisi menungging yang cukup lama, kembali kulepaskan celana pendek yang ia kenakan, dan langsung kembali kugenjot memeknya. “Aakkhh mass… sabar ihh…. “ desah mbak tini seraya menyusun bantal-bantal di ranjangnya. Kedua toketnya yang menggantung berayun seirama sodokan kontolku, kedua tanganku mulai kuarahkan untuk bermain aktif di kedua toket mbak tini. Kutarik tubuhnya untuk tegak berdiri, sehingga kini kami sama-sama berdiri lurus.
“Akkhh mass…. Udah hampir lagi nih” desah mbak tini seraya melepaskan dekapanku, ia lalu duduk mengangkang di tepi ranjang seraya berpose manja. Akupun yang sudah dipengaruhi birahi hingga ke ubun-ubun, langsung kembali memasukkan kontolku ke memeknya. “Akkhh cepetin mass…. Akuhhh sampaiii” desah mbak tini diikuti semburan cairan cintanya. “Mbak… aku juga mbak” desahku. Mbak tini pun ‘mengunci’ pergerakan pinggulku dengan kedua kakinya yang dilingkarkan di pinggulku. “Dalem ajah mass” ucap mbak tini dengan tatapan sayu. “Croott crooott crooott” ada sekitar 3 semburan pejuku menembak dan terkumpul di dalam memek mbak tini. “Uhhh hangattt pejumu masss” desah mbak tini. Menjelang semburan terakhir, kutarik keluar kontolku, dan kutembakkan peju terakhirku di bibir memek mbak tini.
-Sedikit Flahsback-
Aliyah
Setelah kepulanganku ke kampung halaman, dan melalui sebuah perjalanan birahi yang cukup membekas di dalam diriku. Aku mulai merasa ‘kegatelan’ karena bayangan dan imajinasiku tetap tak bisa lepas dari momen memacu birahi yang terjadi di mobil travel beberapa waktu lalu. Selama di kampung halamanku ini, aku hanya bertumpu pada penghasilan ayahku, terkadang aku kasihan padanya, dan mengingat aku akan melahirkan dalam beberapa bulan ke depan, mau tak mau aku harus mendapatkan penghasilan untuk memenuhi biaya persalinan dan juga biaya persiapan anak pertamaku. Ibuku menyarankan untuk coba lah berjualan di sekitar terminal bus, karena pasti bisa laku, karena disanalah tempat ‘bertukarnya manusia’. Dan sudah beberapa hari ini, aku menyanggupi saran ibuku.
Saat aku tengah melayani pelanggan, ada salah satu pelanggan yang sepertinya tak asing bagiku, saat stand daganganku sudah sepi. Pelanggan tersebut datang dan ternyata ia adalah pak supir travel yang beberapa waktu lalu ‘menggagahi’ tubuhku. Aku bersikap acuh tak acuh, namun sepertinya ia berusaha untuk berinteraksi denganku, “Mbak masa’ lupa sih dengan saya?” ucapnya seraya tersenyum genit. “Iya saya ingat… bapak mau apa?” ucapku judes. “Olo olo olo… judesnya… Kok jualan disini mbak?” tanya pak supir. “Yaa emang kenapa? Gak boleh ya?” tanyaku judes. “Boleh kok boleh banget…. Emang suaminya mbak kemana? Kok mbaknya yang kerja” tanya sang supir mulai menjurus. “Udah cerai” jawabku singkat. “Waah kasian mbaknya… maaf saya udah tanya-tanya… mau saya tawarin kerja gak mbak?” tanya sang supir yang berhasil membuatku untuk menatapnya, “Kerja apa?” tanyaku singkat. “Yaa butik kecil-kecilan aja sih… tapi di kota” ucap sang supir. Aku mulai tertarik dengan penawarannya, “Tapi saya tinggal disini dan gak ada uang untuk tinggal di kota pak” ucapku. “Nanti saya carikan tempat tinggal deh…mau gak?” tanya pak supir. “Hmm gimana ya… saya pikir-pikir dulu ya” ucapku.
Sore harinya…
Aku menyampaikan penawaran sang supir travel pada ibuku, beliau pun memberikan izin padaku jika sekiranya aku memang ingin mencari nafkah untuk diriku di kota, asalkan yang harus diingat adalah tetap menjaga diri sampai nanti akhirnya aku mendapatkan suami yang bisa menerima ku dengan segala kekuranganku. Mendengar penjelasan ibuku, langsung membuatku terharu dan memeluk erat tubuhnya.
Keesokan harinya…
“Jadi gimana mbak? Tanya pak supir yang sedari tadi duduk di dekat daganganku. “Yaa boleh pak.. kerjanya mungkin tidak terlalu berat ya, karena saya lagi hamil nih pak” ucapku. “Baik mbak… nanti saya bilang sama bosnya, kebetulan temen saya” ucap pak supir dengan semangat. Akhirnya hari ini aku berangkat ke kota bersama pak supir, setibanya di kota. Aku dan pak supir menuju butik yang dimaksud, dan setelah itu kami menuju tempat tinggal yang pak supir jelaskan semasa di kampung kemarin. Pak supir yang terakhir kuketahui nama ia adalah soni, ya pak soni. Hari demi hari kulalui sebagai pramuniaga di sebuah butik yang dikelola oleh rekannya pak soni, orang-orang disini cukup ramah dan sangat memanjakanku yang tengah hamil ini.
Hingga akhirnya tiba suatu kondisi dan situasi yang cukup mengejutkanku sekaligus membingungkanku karena apa yang harus aku pilih akan menentukan arah hidupku ke depannya. Sore ini saat aku pulang dari butik, aku langsung pulang menuju tempat tinggal yang disediakan oleh pak soni, dan rumah tersebut tak terlalu jauh dari butik tempatku bekerja. Setibanya aku di depan rumah tersebut, kulihat pak soni rupanya menunggu kepulanganku dengan duduk santai di teras dengan menghisap sebatang rokok. “Ngapain nunggu disini pak?” tanyaku seraya membuka kunci pintu rumah. “Gimana kerjamu? Udah tau belum gajinya berapa?” tanya pak soni seraya masuk ke ruang tamu rumah ini. “Yaa syukurnya anak buah rekan bapak ramah-ramah, dan mengenai gaji setidaknya cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari saya pak” ucapku.
“Oo seperti itu… bagus deh… setidaknya yang saya berikan menjadi bermanfaat bagimu mbak” ucap pak soni seraya tersenyum. “Iyaa makasih banyak ya pak atas semua bantuannya” ucapku seraya sedikit menundukkan kepala. “Iyaa sama-sama mbak… kira-kira kalau ditabung cukup tidak biayanya untuk mengurus persalinan mbaknya nanti?” tanya pak soni. “Hmm gak tau deh pak… saya kurang yakin juga” ucapku ragu. “Oo gitu… saya bisa bantu kamu mbak… tapi” ucapan pak soni terputus. “Tapi apa pak?” tanyaku penasaran. “Tapi mbak harus mau begini sama saya mbak” ucap pak soni seraya memberikan gestur tangan yang menggambarkan aktifitas senggama. “AH! Gak mau… saya gak mau pak… saya tabung uang dari kerjaan saya aja” ucapku seraya memalingkan pandangan. “Kalau mbak mau, saya bisa berikan uang yang cukup bahkan lebih buat mbaknya setiap mbak bersedia begituan dengan saya” jelas pak soni. Aku masih enggan menatapnya, ia lalu mengeluarkan beberapa gepok uang dari tas kecil ala supir miliknya. “Ini sebagai awalan mbak, gimana?” tanya pak soni yang seketika menggoyahkan ketetapan hatiku, aku tau bahwa aku butuh uang tapi tidak seperti ini caranya, aku masih memiliki harga diri, tak semudah itu untuk dapat menikmati tubuhku.
“Arrggghh!!” pekikku dalam hati. “Kurang ya mbak? Nih saya tambahin” ucap pak soni seraya meletakkan beberapa gepok uang lagi, yang kutaksir itu lebih dari cukup untuk biaya persalinan. “Gimana mbak?” pertanyaan pak soni membuatku tenggelam dalam kebimbangan yang begitu rumit. Aku sama sekali tak menjawab pertanyaanya, namun tatapan mataku tak bisa lepas dari uang yang bertumpuk di meja ruang tamu ini. Tiba-tiba pak soni memasukkan kembali uang-uang tersebut ke dalam tas kecilnya, “Mungkin mbaknya belum mau dan belum siap, saya tunggu jawabannya mbak besok ya. Permisi…” ucap pak supir seraya keluar dari rumahku. Aku yang melihat semua uang tersebut menghilang dari hadapanku merasa kehampaan yang begitu pekat. Aku hanya bisa termenung. “Apakah aku harus menuruti kemauannya demi calon anakku atau aku menolaknya? Arrgggghh!” aku membatin.
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂