Gadis Rambut Merah Part 15

Gadis Rambut Merah Part 15
Split Personality
NARASI HIRO
Ini hari teraneh dalam hidupku. Setelah menolong Moon dan Devita ke rumah sakit. Aku didamprat habis-habisan oleh ayah. Tentu saja ayah memarahiku dan juga Mas Faiz. Membuka pintu server tanpa sepengetahuan ayah, merupakan tindakan yang sangat bodoh. Kami sadari kami salah dan kami menerimanya. Tapi itu sudah terjadi. Mas Faiz dan aku menyesal.
Tapi kini, kami berdua malah sangat khawatir terhadap Moon dan Devita. Sesuatu agak mengejutkan sih mengetahui bahwa Moon adalah agen rahasia NIS. Tapi Mas Faiz seperti biasa, tampak kelihatan cool. Dia tak sepanik diriku. Orang yang aku cintai sekarang tergolek tak berdaya. Wajah Moon aku belai. Dia terlihat sangat cantik sekali.
Ayah masih berada di ruangan UGD. Tangannya bersedekap.
“Kalian tadi bilang siapa? Dr. Edward?” tanya ayah.
“Iya,” jawab Mas Faiz.
“Aku tahu dia. Dia yang ikut denganku merancang pintu itu. Dia yang mengusulkan agar memakai Scanning DNA untuk mengunci pintu itu agar tak bisa dibuka sembarangan oleh orang lain. Tapi kalian mengacaukannya!” kata ayah.
“Maafkan kami yah,” kataku. “Kami tak tahu kalau bakal sekacau ini.”
Moon yang sadar duluan.
“Where am I?” tanya Moon lirih. Ia tiba-tiba memegang kepalanya sambil menjerit. “AAAaaaaaahhhh….!”
“Dokter! Dokter!” panggilku.
Dokter tergopoh-gopoh menghampiri kami. Dia kemudian mencoba menenangkan Moon. Diberinya Moon suntikan penenang. Moon mulai tenang sekarang. Sepertinya ia shock berat.
“Sepertinya ia shock, tapi tak apa-apa,” kata dokter. “Ia mungkin butuh istirahat.”
“Moon? Are you alright?” tanyaku.
“Moon? Aku Devita! Aku bukan Moon!” jawab Moon.
Aku dan Mas Faiz berpandangan.
“Kamu jangan bercanda, Devita di sini!” Mas Faiz menunjuk ke arah Devita yang terbaring di sebelahnya.
Moon tiba-tiba bersedih, “Mas Faiz, aku Devita. I…itu…kenapa tubuhku ada di sana? Ini tubuh siapa? Rambut merah??…Ini tubuh Moon?? Kenapa aku ada di sini? Mas Faiz! Hiro apa yang…”
Tiba-tiba Moon mengerang lagi. Ia seperti terkejut. “Hiro?! Oh no, we have a big problem right now.”
“What? What the hell is going on?” kataku.
“Sepertinya personality Devita masuk ke dalam diriku. Alat itu S-Formula ternyata adalah ini. Inilah maksud dari senjata yang mematikan itu. Mereka ingin menyatukan pemikiran-pemikiran memory-memory orang-orang hebat ke dalam satu kepala. Ini tak bisa dibiarkan,” kata Moon. Tiba-tiba dia menggeleng-gelengkan kepalanya. “Benarkah? Aku sekarang berada di dalam tubuh Moon?”
“Mustahil,” ayah seakan-akan tak percaya terhadap apa yang dilihatnya.
“Faiz, apa yang harus aku lakukan?” tanya Moon, sepertinya sekarang personality Devita.
Mas Faiz juga bingung. Dia memegang tangan Devita, tapi Devita sendiri ada di dalam tubuh Moon. Mas Faiz memandangi tubuh Devita yang masih tak sadarkan diri.
“Kalau memory seseorang dimasukkan ke orang lain dan orang lain menguasai personalitynya seutuhnya, maka….tubuh orang yang ditinggalkan memorynya akan benar-benar menjadi kosong. Devita akan terbangun seperti orang linglung,” kata Mas Faiz.
“Is there is any people who find me?” tanya Moon. “Apa ada yang mencari kami? Tiga orang? Yes, Three men.”
Agak aneh juga sih melihat Moon bicara gantian seperti itu. Pasti otaknya benar-benar kacau. Antara mikirin dirinya sebagai Moon dan juga mikirin dirinya sebagai Devita.
“Tidak, tapi kalau tiga orang yang sudah menjadi mayat di luar gedung M-Tech ada,” kata ayah. “Kami menemukan tiga mayat di dalam sebuah mobil van. Mereka orang asing semua. Polisi menemukan identitas mereka sebagai agen rahasia CIA, SVR dan MI6”
“Damn!” gerutu Moon. “Mereka tewas, sekarang tinggal kita berdua.”
Kami hening sesaat. Kejadian ini sangat mengagetkan kami. Mas Faiz sendiri bingung. Apa yang harus dilakukannya sekarang. Devita yang mungkin kekasihnya Mas Faiz itu ada di tubuhnya Moon, sedangkan tubuhnya sendiri tak bisa digunakan sekarang.
“Ayah akan coba cari psikiater, mungkin ia akan tahu apa yang harus dilakukan terhadap Moon. Ini sesuatu yang tidak biasa. Ayah juga akan mencari tahu tentang Dr. Edward. Mungkin beliau bisa membantu. Sementara kalian pulang saja dulu. Bawa Moon pergi dari sini, Faiz, kamu juga bawa Devita pergi dari sini,” kata ayah.
****
Tak berapa lama kemudian aku ke rumahnya Mas Faiz. Bunda Putri terkejut tentu saja melihat rombongan kami membawa dua cewek cakep. Kemudian kami ceritakan semua yang terjadi. Intinya kami butuh pertolongan. Mas Faiz dengan hati-hati sekali menaruh Devita di kamarnya. Aku dan Moon yang sedang bingung dengan personalitynya kutemani duduk di sofa.
“Hiro, sebaiknya aku sendiri saja deh,” kata Moon. “Nggak apa-apa Dev, aku justru ingin bersama Hiro.”
Nah kan? Aku bingung sekarang ini yang sekarang sedang bersamaku Devita apa Moon?
“Baiklah. Sebaiknya aku tinggalkan kamu sendiri. Kasihan juga melihatmu seperti ini,” kataku.
“Kamu mau ke mana?” tanya Moon.
“Aku gusar sekali, hari ini aku tak bisa menyelamatkan orang yang aku cintai. Dan sekarang terkena hal seperti ini. Aku bahkan tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang,” kataku.
“Maafkan aku,” kata Moon.
“Kamu tak perlu minta maaf, aku yang salah. Kalau saja aku lebih kuat. Aku bisa melindungimu sekarang, siapa orang tadi namanya Suni? Aku akan menghajarnya kalau aku ketemu lagi dengan dirinya. Tapi dia benar-benar sangat kuat, aku saja sampai masih merasakan kerasnya pukulannya,” kataku. “Tapi aku janji kepadamu Moon. Dia tak akan selamat. Aku akan menghajarnya kalau ketemu lagi.”
Aku kemudian meninggalkan Moon seorang diri. Aku berada di luar rumah menghirup udara malam. Sebentar lagi pagi datang. Entah apa yang akan terjadi pada dunia ini. Genesis sudah mendapatkan S-Formula. Rencananya untuk menguasai dunia benar-benar mengerikan. Malam yang melelahkan, aku tak bisa tidur. Tak tahu harus berbuat apa sekarang dengan kondisi Moon seperti ini.
****
Agak siang, ayah datang dengan membawa psikiater. Namanya Dr. Hughes. Dia menurut ayah seorang psikiater terkenal. Ketika melihat kondisi Moon, dia geleng-geleng sendiri.
“Aku baru mengetahui kondisi seseorang seperti ini,” ujar Dr. Hughes. “Dia personalitynya bertumpukan. Satu-satunya cara adalah aku harus menghipnotisnya agar dia mampu mengendalikan personalitynya yang lain.”
“Lakukan saja dok,” kataku.
Ayah mengangguk. Mas Faiz hanya berdiam diri saja menyaksikan kerja Dr. Hughes.
“OK, Moon, now take a look this device!” kata Dr. Hughes.
Moon disuruh melihat sebuah pendulum. Pendulum itu bergoyang tik tok-tik tok seperti bunyi jam. Mata Moon mulai berat.
“You will sleep, very deep. Very deep. Okay, now listen to my voice, instead hear anything,” perintah Dr. Hughes. “OK, who am I speaking with?”
“Jung Ji Moon,” kata Moon.
“May I talk with Devita?” tanya Dr. Hughes.
“Iya dok, saya di sini,” kata Moon lagi. Kini kepribadian Devita yang muncul.
“Baiklah, kalau kamu memang Devita, coba jelaskan kepadaku yang mana hal itu tidak diketahui oleh Moon,” kata Dr. Hughes. “Agar aku yakin saja bahwa kamu benar-benar Devita.”
“Baiklah, aku Devita. Faiz memanggilku dengan panggilan Dede,” katanya. Aku menoleh ke Mas Faiz. Dr. Hughes juga.
Mas Faiz seakan-akan tak percaya. Sebenarnya malah ia tak percaya bahwa kepribadian Devita ada di dalam diri Moon.
“Apalagi yang tidak diketahui Moon?” tanya Dr. Hughes.
“Faiz berjanji untuk tidak berhubungan dengan wanita lain selain diriku. Janjiku ketika kami berpisah dulu,” kata Moon.
“Ini semua omong kosong, tidak mungkin,” kata Mas Faiz. “Devita ada di kamar, ini Moon. Bukan dia.”
“Iya mas, aku juga tahu ini bukan Devita, tapi….memorynya telah berada di dalam ingatan Moon semuanya,” kataku.
“Faiz, aku masih ingat Faiz yang terjadi kemarin. Aku tak akan lupa…hikss…,” Moon tiba-tiba menangis.
“Dede?!” panggil Mas Faiz. “Itu benar kamu?”
“Iya, ini aku. Aku masih ingat Faiz yang selalu mengidolakan ayahnya, yang selalu bergaya seperti ayahnya. Bahkan kami satu sekolahan tak pernah percaya bahwa Faiz adalah putra dari Faiz Hendrajaya. Aku masih ingat semuanya, kenangan-kenangan itu. Aku ingat semuanya. Sentuhan-sentuhanmu,” kata Moon sambil menangis.
“Ya Tuhan, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Mas Faiz.
“Hanya ada satu jalan. Kita harus menidurkan salah satu personalitynya. Atau menghapusnya selama-lamanya,” kata Dr. Hughes.
“Dok, itu tidak mungkin dok. Itu terlalu jahat menghapus selama-lamanya?” kataku. “Kenangan Mas Faiz bisa hilang semuanya. Kalau ditidurkan itu bagaimana?”
“Sebenarnya, siapapun personality yang dominan maka dia akan bisa mengendalikan personality lainnya. Namun imbasnya adalah, kalau personality itu sering tidur, maka ia akan lambat laun terkikis oleh personality yang paling kuat sehingga lama-kelamaan akan hilang,” kata Dr. Hughes.
“Solusinya berarti hanya ada dua, kita cari bagamaimana cara mengembalikan memorynya, yang kedua kita paksa salah satunya tidur,” kata ayah.
“Benar tuan Hendrajaya. Memang seperti itu,” kata Dr. Hughes. “Tapi setiap orang punya kekuatan yang berbeda. Yang aku takutkan adalah kondisi di mana kedua personalitynya hilang secara bersamaan. Dia akan terlihat seperti sebuah kanvas putih yang belum digores pena sedikit pun. Tapi itu kemungkinan terburuk. Selama salah satunya masih terjaga maka kuharap akan baik-baik saja. Kondisi yang sekarang ini jangan sampai terjadi. Kedua personality tidak boleh terjaga secara bersamaan. Kemampuannya agar menjadi kondisi disebut blank akan lebih besar kalau mereka sadar semua.”
“Lalu kita tidurkan siapa?” tanya ayah.
“Devita, tidurkan dia!” kata Mas Faiz. Ia mengambil keputusan yang tidak aku duga. “Aku tidak mau melihat Moon berbicara seolah-olah dia Devita. Permisi!”
Mas Faiz pergi meninggalkan kami. Ia kembali ke kamarnya menemui Devita yang masih koma.
“Baiklah, Devita? Kamu dengar aku. Mulai sekarang ketika Moon tidak sadar atau sedang tidur, kamu harus mengambil alih tubuhnya. Hal ini akn tetap menjaga personality kamu, jangan sampai kalian berdua dalam kondisi yang sama. Ibaratnya kalian sekarang sedang berbagi tubuh. Kamu mengerti?” tanya Dr. Hughes.
“Jadi sekarang…?”
“Ya, sekarang kamu yang tidur dulu, nanti ketika Moon sudah capek, dan tertidur, kamu boleh menggantikannya,” jelas Dr. Hughes. “Sekarang tidurlah!”
Moon tiba-tiba mendengkur. Kemudian Dr. Hughes menjentikkan jari, “Oke Moon, wake up.”
Moon tersentak bangun. Ia mengejak-ejapkan mata. “Hiro??”
“Hai Moon,” sapaku.
Moon sudah kembali dan Devita tidur. Sekarang tugas kita adalah mencari Dr. Edward.
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂