Kerja atau Sex Part 18

Kisahmalam Kerja atau Sex
Kerja atau Sex Part 18
The Family
Bibirku dan Nita bertautan, ada rasa rindu merasakan manisnya bibir Nita, rasa ingin merangkulnya dan mendekapnya selamanya, wanita luar biasa ini. Ku rangkulkan lenganku ke lehernya, ku dekap Nita semakin erat dalam pelukanku. Nita dan Aku semakin buas berciuman, lidahnya berusaha menerobos masuk dalam rongga mulutku, dan lidah kami bermain, berdansa saling berangku. Posisi Nita yang awalnya berada di sampingku, kini telah duduk di atas pangkuaku, dan kami tertus saling bergulat lidah.
“Ted, Mama ada di kamar loh”, bisik Nita pelan padaku, melepaskan bibirnya dari kecupanku.
“Sudah tidur kan?”, tanyaku pada Nita, lalu ku tarik tubuhnya mendekat padaku, dan mulai mengecup bibirnya lagi. Kembali Nita mendorong tubuhku bersandar pada sofa dan dia duduk tegak di atas pangkuanku.
“Sekarang waktunya interviewmu Theodore ****”, sambil menatapku dengan nakal, Nita lalu mengecup leherku dan sesekali menjilatinya.
Nita lalu beranjak meninggalkan ku, lalu dia kembali dengan sebuah kursi, dan duduk di hadapanku, menyilangkan kakinya, dan meletakkan tangannya di atas lututnya, seperti sedang akan meng interview pegawai dia ini.
“Oke, Theodore, ceritakan sesuatu yang menurutku Aku tidak tahu”, sambil menatapku dengan santai dan memperhatikanku, entah perasaanku atau apa, tapi Nita menatapku dengan tatapan yang nakal.
“I had the third word in my name”<Aku mempunyai kata ketiga di namaku>, kalimat itu terlontar dari mulutku, selama ini aku memang tidak pernah menggunakan nama lengkapku yang sebenarnya, semua identitasku hanya terdiri dari dua kata, dan aku tidak menggunakan nama keluargaku.
“Maksudmu?”, Nita terlihat sedikit bingung, dan duduknya berubah, tubuhnya menjadi condong kearahku, dan matanya mulai menyelidik.
“Namaku di seluruh Identitas yang ku gunakan hanya terdiri dari dua kata, tapi sebenarnya aku memiliki nama belakang, family name, hanya ada di Passport ku dan akta lahirku”, aku mencoba menjelaskan kepada Nita.
“Why you not use it?” <Kenapa kamu tidak menggunakannya?>, Nita kembali menyelidiki.
“Because it’s Tjahjadi”, ya aku baru saja menyebutkan nama keluargaku (disamarkan).
“Cahyadi? Sepertinya nama itu familiar”, Nita berusaha mengingat dimana dia pernah mendengar nama itu.
“Dengan ejaan lama”, sambungku berusaha menjelaskannya dalam kebingungan. Nita terdiam sejenak, lalu matanya membelalak menatapku.
“Nama keluargamu Tjahyadi, dan kamu berasal dari Kota *****, kamu memiliki hubungan keluarga dengan Adicipta Tjahyadi?”, dia menatapku dengan wajah terkejut dan mata yang membelalak.
“Yes… He is my father <Ya… Dia ayahku>”, jawabku dengan sedikit berat, aku tidak tahu seperti apa reaksi Nita nantinya, setelah dia mengetahui siapa keluargaku, siapa aku sebenarnya. Aku merasakan keraguan dalam hatiku, apakah yang ku lakukan ini benar atau tidak, tapi ini adalah salah satu cara untuk menguji perasaan ini, menguji feelingku. Nita hanya terdiam dan tidak berkata-kata saat mendengar jawabanku, dia terlihat berpikir, terlihat sedih malah.
“I understand that you don’t want to people treated you different because of your heritage” <Aku mengerti kamu tidak ingin orang memperlakukanmu berbeda karena garis keturunanmu>, jawab Nita dengan wajah yang serius kepadaku, menatapku dengan tatapan yang tidak bergeming.
“Aku takut Ted”, tiba-tiba suara Nita bergetar, apa yang membuatnya takut, apa yang membuat wanita setangguh Nita takut. Aku lalu bangkit dan menggenggam kedua tangannya.
“Ada apa Nit”, aku menatapnya, dan matanya mulai berkaca-kaca.
“Bagaimana hubungan kita, apakah keluargamu bisa menerima ku”, dia menatapku, suaranya bergetar. Nita sangat serius dengan hubungan kami, walau baru seumur jagung, dia sudah menyerahkan seluruhnya padaku, tapi begitu juga diriku, walah kami baru berpacaran sejenak, tapi hubungan kami sudah melebihi itu, pertemanan kami, perasaan kami, semuanya serius dan dari hati.
“Keluargaku tidak seperti yang kamu bayangkan, mereka menghargai semua yang bekerja keras”, jawabku dengan lugas padanya, itulah keluargaku, siapapun yang bekerja keras adalah orang yang pantas untuk sukses dan berhasil, keluarga kami dididik seperti itu. Kami menghargai semua orang, KECUALI orang malas dan bebal!
Aku lalu memeluk Nita, mendekapnya dengan erat, dan menenangkan dirinya. Aku akhirnya bisa berbagi rahasia ini dengan Nita, dan aku mendapatkan suatu respon yang tulus dari Nita, respon yang tidak ku bayangkan, perasaan lega dan tenang menghampiri hatiku, aku bahagia.
Kami duduk di sofa lagi, Nita kini bersandar di pundakku, dia mendekapku dan aku merangkulnya, perasaan ini, tidak ingin berubah, terus seperti ini, bersama dengannya. Aku ingin dia bersamaku selalu aku ingin mencintainya, aku ingin menjadi kesatrianya, aku ingin melindunginya, Inggrid.
WHAT! Kenapa Inggrid tiba-tiba tersebesit dipikiranku!
“Bagaimana dengan makanan kesukaanmu, yang kamu tidak suka, atau yang lain?”, Nita melanjutkan pertanyaannya dengan subjek yang lain, dia berusaha mengalihkan kekhawatirannya dengan bertanya lagi tentangku. Aku menjawabnya, dan dia melanjutkan dengan pertanyaan lain, seterusnya dan seterusnya, waktu bergulir cukup cepat dan akhirnya Nita tertidur dalam pelukkanku.
***
Aku menjadi tidak tenang, Nita sekarang telah tertidur dalam pelukanku, kami masih berada di sofa ruang tamu, dia tidak bergerak, dia terlihat begitu damai dan tenang, tidak tega aku membangunkannya. Aku sendiri masih bingung dengan isi kepalaku, mengapa di saat seperti ini aku malah teringat Inggrid, gadis ceria itu, mengapa, apakah hatiku telah mendua, aku tidak tahu jawabannya.
Selama ini mungkin aku merasa, hanya lelaki plinplan yang tidak bisa menentukan hatinya di antara dua orang wanita, tapi mengapa sekarang aku yang seperti ini, aku harusnya bisa menentukan perasaanku, karena hati harusnya bisa di taklukkan oleh logika, aku seorang pria dan harus bisa melakukan itu.
***
Pukul 0120, akhirnya Nita terbangun, Nita menatapku, dia sadar aku belum tertidur, dan sudah pukul 1 dini hari.
“Ted, kamu mau menginap? Besok subuh saja pulangnya, sebelum Mama bangun”, sambil mengusap dadaku dengan jarinya, dan menatapku manja, serta suaranya yang merdu membuatku terbuai.
“Iya sudah malam juga”, lalu Nita berdiri dia menarik tanganku, untuk berdiri. Akupun berdiri tapi kutarik dia kembali dan memeluknya, dan mengecup bibirnya dengan lembut.
“Aku tidur di sofa saja, tidak enak dengan Mamamu dan adikmu”, aku tersenyum padanya, aku tentu saja tidak enak, bisa saja ibunya tiba-tiba bangun tengah malam atau adiknya, bisa jadi masalah nanti, karena kalau sudah masuk kekamar bisa lain ceritanya.
“You didn’t know what have you missing master”, sambil dia tersenyum nakal padaku dan mencubit putingku, Nita sangat menggoda, dan tentu saja aku tahu hal luar biasa apa saja yang baru aku lewatkan, tapi aku tidak ingin mengambil resiko membuat rusuh di rumah Nita.
Aku kembali mengecup bibirnya, dan ku remas bokongnya dan diapun terkejut, aku hanya tersenyum kecil padanya melihat ekspresinya.
“My apartment tommorow?”, aku berbisik padanya dan mengecup kupingnya dan sedikit menggigit kecit di ujung telinganya, membuat Nita menggeliat.
“Tapi, jadwal Thayboxing ku kan besok, nanti aku lemes loh Tuan”, katanya manja padaku, kembali mengecup bibirku.
“Let’s see how strong you are honey”, aku tersenyum pada Nita dan mencubit pinggulnya. Nita mendesah manja ketika ku cubit.
“Aku ambilkan bantal dan selimut dulu Tuan, biar Kamu bisa istirahat, biar kuat juga besok”, lalu Nita mengecupku dan menggigit bibirku dengan lembut, dia menggoda sekali, ingin ku terkam saat itu juga, tapi rumahnya sangat tidak kondusif, lebih baik bersabar.
Tidak lama Nita keluar membawa bantal dan juga selimut untukku, dia meletakkannya untukku di sofa, dan memberikanku kecupan lagi. Ku tarik tubuh Nita dan kami kembali beradu bibir, sesekali lidah kami saling melilit dan menghasilkan suara kecupan. Kami beradu bibir cukup lama, menjadi semakin panas, tanganku sempat meraba payudara Nita dari luar piyamanya, dia masih mengenakkan bra, tapi tetap saja terasa lembut di telapak tanganku.
“Simpan buat besok sayang”, sambil tangannya meremas penisku dari balik celaku, dan Nita melepaskan dekapannya dan berjalan menjauhiku.
“Good night honey”, sambil memberikanku kiss bye, dan melenggangkan pinggulnya dengan sexy meninggalkanku. Benar-benar membuatku tanggung, tunggu saja besok, akan ku tuntaskan semuanya Nita. Akhirnya akupun berbaring di sofa dan dengan segera langsung terlelap dalam tidur, mungkin karena sudah jam 0200 juga.
***
Aku terbangun saat Nita menggerak-gerakkan tubuhku, dia tersenyum menatapku, dia sudah selesai mandi sepertinya, rambutnya masih terlihat sedikit basah, wajahnya sudah segar dan tidak lagi mengenakkan piyamanya tentunya.
“Ayo sarapan dulu, Mama sudah masak”, sambil mengecup keningku. Aku langsung terduduk, karena tidak enak dengan Ai Meily, aku sudah menginap tanpa izinnya dan bangun ke siangan. Aku bergegas masuk ke toilet untuk mencuci muka dan merapikan diri.
Tentunya kencing di pagi hari, aku memang tidak mengunci pintu toilet, mungkin karena terbiasa di apartment hanya sendiri, Nita tiba-tiba masuk membawakanku handuk, dia membuatku terkejut saja. Aku hanya bisa diam dan melanjutkan buang air seniku, Nita malah jalan mendekatiku, bukannya meletakkannya saja di dekat pintu.
“Lucu ya kalau masih kalem”, sambil Nita melihatku dan melihat penisku. Ah sialan nih, kalau di apartementku sudah ku terkam. Sambil tertawa-tawa Nita berjalan meninggalkanku, dan kemudian aku menyelesaikan kencingku. Ada-ada saja kelakuan Nita membuatku serba salah.
“Pagi Ai, maaf menginap tidak izin”, kataku menyapa Ai Meily yang sedang menyiapkan sarapan, Nita sudah duduk di meja makan dan juga adik-adiknya juga sudah duduk, masih ada kursi kosong yang bisa untukku menyempil di samping Nita.
“Tidak papa nak, kemarin tuh si Nita pulang-pulang ngamuk, kalian pasti habis berantem, makanya kamu datang membujukkan?” tanya Ai Meily menyelidiki.
“Ah Mama! Aku tidak marah sama Tedy kok”, Nita berusaha menjelaskan pada Ibunya bahwa kami tidak bertengkar, dan bukan aku yang salah.
“Aku yang cemburu”, sambil dia tertunduk malu, mengakui bahwa dia cemburu.
“CIE…CIE… Jie jie (kakak perempuan) cemburu!”, kata Anastashia Adik pertama Nita, dan di susul tawa Alyssa, adik keduanya.
“Ada juga yang bisa membuat putriku ini cemburu ya?”, kata Ai Meily sambil meletakkan lauk di atas meja makan. Sepertinya ini adalah kesempatan keluarganya untuk membullynya, mungkin selam ini dia selalu tangguh dan tidak bisa di gangguin.
“Emangnya Aku ini batu, tidak bisa cemburu”, dengan wajahnya sedikit manyun kepada Ibunya.
“Hahaha… Iya deh, sepertinya Tedy spesial banget ya, bisa buat anak mama jadi gini”, sambil menyubit pipi Nita. Mereka berbicara seperti Aku tidak berada di sana, mereka sedang membicarakanku. Walau mata Ibu Nita melirik padaku, sepertinya penuh ancaman, ya aku mengerti, karena ibunya pasti sangat menyayangi Nita, dan tidak ingin terjadi apapun pada Putrinya itu.
“Iya dong, pastinya special!”, sambil Nita tiba-tiba merangkulku di depan keluarganya. Aku jadi salah tingkah dibuatnya, ibunya dan saudaranya hanya bisa tersenyum melihat kelakuan Nita, mereka tampak bahagia juga melihat Nita bahagia. Selama kami sarapan Ibunya banyak menanyakan berbagai hal, seputra diriku, dan lingkungan kerja kami, dan lain-lain.
***
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂