Kesempurnaan Cinta Part 5

0
1353
Cerita Dewasa Bersambung Kesempurnaan Cinta

Kesempurnaan Cinta Part 5

Setengah Diculik

from: [email protected]*****.com
to: [email protected]******.com

Aku sudah dapat pesanmu. Apa yang kau inginkan sekarang?

Aku dan Vira sama-sama menonton layar monitor laptop. Posisi kami sama, gaya kami sama. Kedua tangan kami menyangga kepala kami sambil memonyongkan bibir. PLOK! Aku templok lagi mukanya.

“Hei! Kamu seneng banget sih nemplokin muka orang?” katanya.

“Ngapain juga niru-niru gayaku?”

“Ya suka-suka aku dong”

Aku kemudian membalasnya.

from: [email protected]*****.com
to: [email protected]******.com

Paket aman. Setelah ini aku akan menghubungimu.

Aku kemudian mengambil sebuah ponsel yang sudah terisi kartu. Aku kemudian memasang sebuah perangkat tambahan di headphonenya. Perangkat ini bisa menyamarkan suaraku. Kemudian aku mulai menelpon Arthur.

“Dengarkan perkataan saya baik-baik! Saya ingin Anda menyiapkan uang tunai tersebut dalam bentuk cash. Masukkan ke dalam tiga kopor. Jangan taruh pelacak atau apapun kalau tak ingin putrimu tewas. Jangan sampai nomor serinya berurutan, kumpulkan uang tersebut dalam pecahan yang berbeda-beda. Siapkan dalam waktu dua hari!” kataku.

“Tapi itu terlalu cepat, tiga hari saja!” aku bisa dengar suara Arthur gemetaran.

“Dua hari atau putrimu tidak selamat!” ancamku.

Aku langsung menutup teleponnya. Vira tampak sumringah.

“Kamu pantes banget jadi penculik,” katanya.

“Kamu juga pantes banget jadi korban penculikan,” kataku.

“Kamu yakin papa nggak bakal menghubungi polisi?”

“Nggak, pasti dia menghubungi. Percakapanku akan disadap dan direkam. Makanya aku beli banyak SIM Card. Dan setiap selesai menelpon kita harus ganti SIM Card-nya. Mereka butuh waktu satu menit untuk melacak sinyal GPS yang terpancarkan di ponsel ini, maka dari itu kita tak boleh berlama-lama menelpon dia”

“Kamu tahu banget ama hal beginian”

“Yah, itulah gunanya internet, sekarang kita tinggal menunggu hari Senin,” kataku.

Aku lalu menutup Macbook milikku kemudian berdiri menggeliat. Aku kemudian berjalan menuju kamarku.

“Kamu ngapain sekarang?” tanya Vira.

“Tiduuur….mumpung libur,” jawabku.

“Aku boleh belajar masak yah?!”

“Silakan, awas kalau sampai wajanku lengket gara-gara masakan gosong!”

“OKe, nggak bakal koq. Hehehehe,” ia cengengesan. Aku meragukannya ia bakal baik-baik saja.

Akhirnya setelah itu aku tak mendengar apapun karena telah terbang ke alam mimpi. Mimpiku aneh siang itu. Aku berenang-renang di udara. Berenang di udara? Iya sambil naik seekor ikan hiu yang sedang menari-nari. Kenapa aku jadi senewen gini? Kemudian hiu terbang itu melayang-layang mengitari kota sampai tercium bau gosong, ada kebakaran! Aku bisa melihat apinya dari kejauhan dan api itu….wajan gosong?

Aku segera terbangun dan mencium bau gosong. Dari dapur. Aku beranjak dan menuju dapur. Benar juga si Vira masak sampai gosong, Asap di dapur mengepul, aku segera mematikan kompor. Suasana dapurku benar-benar kacau. Vira lalu secara tak sengaja menyentuh kran air, tapi karena terlalu kencang akhirnya muncrat ke mana-mana.

“KYaaaaa!” jeritnya. Akibat ulahnya itu bajunya jadi basah. Aku bersedih….wajanku….

“Maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf!” ia terus berkata seperti itu. Aku kembali mengeluarkan jurus tangan templokku ke wajahnya PLOK! Dia diam saja kali ini.

“Apa yang kamu perbuat kepada wajan kesayanganku?” tanyaku.

“Maaf,” katanya.

“Hari ini kamu harus makan masakanmu sendiri!” kataku sambil menyerahkan wajah yang isinya ikan gosong dan lengket.

“Maaf,” katanya lagi. Kali ini dia memakai jurus mata imutnya.

“Tiada maaf bagimu!” kataku.

“Ayolah Arci, maaf yah. Aku kan baru belajar memasak. Pliiiiisss!”

Aku melihat wajahnya yang memelas. Dan entah kenapa ku koq malah melihat ke bawah juga. Bajunya yang basah karena cipratan air tadi menggambarkan lekuk tubuhnya. Tubuh yang sekal, ideal, dengan buah dada yang padat dan puting yang menonjol. Loh? Dia nggak pake bra?

Dia menatapku yang bengong lalu melihat ke tubuhnya. Segera ia silangkan kedua tangannya di depan dadanya.

“Eit, dasar mesum!” katanya.

“Yah, lumayanlah,” kataku sambil menaruh wajan gosong tadi di rak bawah.

“Apanya yang lumayan? Dasar hentai!” Vira segera buru-buru mengambil bajunya yang ada di tas belanjaannya, ternyata ia belum membongkar barang belanjaannya. Ia lalu mengambil baju dan segera pergi ke kamar mandi.

Aku jadi senyum-senyum sendiri hari itu. Nggak apa-apa deh korban wajan satu. Aku kemudian merapikan dapur dan membersihkan semua yang berserakan. Ia mau bikin apa sih sebenarnya? Oh, dia sudah nyiapin cabe, tomat, bawang merah, bawang putih, terasi, daun bawang dan tadi goreng ikan gosong dan lengket. Aku lalu mengambil bahan-bahan lain di kulkas, kutata rapi di atas meja dapur lalu aku mulai memotong-motong. Aku melihat Vira, dia sudah ganti baju.

“Sini, aku ajarin masak!” kataku.

Dia agak ragu-ragu melangkah mendekatiku.

“Halah, sini nggak apa-apa. Aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu, emangnya aku cowok gampangan apa?”

Vira tersenyum kepadaku. Dan akhirnya seharian itu aku ngajarin dia masak. Dia cukup cepat menerima pelajaran dariku, bahkan dari tiga menu masakan dia berhasil bikin sendiri satu menu masakan tanpa aku pandu. Akhirnya kami makan bersama menikmati hasil jerih payah kami.

Di ruang tengah menikmati masakan yang kami masak, berdua seperti ini, koq rasanya aneh ya? Ah, entahlah aku bingung juga mengungkapkannya. Tapi yang jelas, ada sesuatu yang lain semenjak Vira ada di apartemenku. Entah apa namanya.

“Enak yah, buatanku ternyata. Akhirnya aku bisa masak, jadi besok aku bisa nyiapin sarapan buatmu,” katanya.

“Jangan sombong, emangnya masak itu mudah apa?” tanyaku.

“Yaaa, nggak juga sih,” jawabnya. “Tapi jujur ini pengalaman pertamaku.”

“Dan pengalaman pertamaku juga tinggal ama cewek,” kataku.

Dia tersenyum kepadaku sambil menampakkan wajahnya yang manis. Jujur ini makan siang yang paling membuatku bahagia. Nggak pernah seperti ini sebelumnya. Entahlah, seharian itu si hello kitty ini ceria banget. Dan seharian itu pula dia bersenandung. Well, di apartemenku ada sih gitar. Aku nggak tahu cara main gitar. Sebenarnya aku beli gitar itu dengan maksud agar aku bisa belajar main gitar. Tapi halah, boro-boro belajar nggak ada waktu.

Tapi malam itu, aku melihat gitar itu bisa berfungsi. Eh, si Vira bisa main gitar? Dan yang mengejutkan adalah dia menyanyi lagu-lagunya Sheila on 7. Pertama dia nyanyi lagu “Dan”, lalu “Kakakku Rani”, yang terakhir entah dia nyanyi lagu apa. Aku yang menyaksikan dirinya duduk di balkon sambil melihat kota yang berada di bawah sana. Aku cukup menikmati hiburan yang ada di depan mataku ini. Aku temani dia duduk di balkon.

Vira menoleh kepadaku, “Kenapa?”

“Aku nggak tahu kalau putri seorang Arthur bisa main musik,” kataku.

“Iya dong, mungkin habis ini aku bisa masuk dapur rekaman,” katanya sambil sedikit pongah.

PLOK! kembali jurus telapak tangan templokku kuarahkan ke mukanya yang imut itu.

“HEI!” dia sekali lagi gusar mengusir tanganku. “Suka banget nemplokin wajahku!”

“Hahahaha, habis kamu ini menggemaskan,” kataku.

Kami sama-sama tersenyum. Duduk di balkon berdekatan seperti ini sambil menyaksikan malam yang nggak berbintang karena polusi merkuri membuatku serasa ada yang menyelimuti hatiku, hangat. Apakah kehadiran Vira di sini membuatku lebih nyaman?

Entah siapa yang memulai, tiba-tiba saja tubuhku condong ke arahnya, wajahnya mendekat ke wajahku dan kedua bibir kami bertemu. Aku memegang wajahnya, ciuman ini membuat sejuta perasaan aneh hinggap di dadaku.

“Kamu tahu tentang Stockholm Syndrom?” tanyaku.

“Kondisi di mana sang penculik ataupun korban penculikan jatuh cinta satu sama lain?” tanyanya.

“Aku takut kalau lama-lama bersamamaku aku bisa seperti itu nantinya,” jawabku.

Vira mendorongku menjauh, “Kalau kamu jatuh cinta kepadaku, maukah kamu pergi denganku dari sini? Aku tak mau kembali lagi kepada papaku”

Aku menghela nafas. Permintaan yang tak bisa aku lakukan. “Aku tak bisa, aku juga tak yakin aku jatuh cinta kepadamu”

Tiba-tiba Vira berdiri. “Dasar Arci bego! Trus lo cium gua barusan kenapa?”

“Aku gak yakin, itu aja!”

“Percuma bibir gue buat lo tadi, dasar hentai!” Vira meletakkan gitarnya dan pergi ke dalam apartemen.

Aku menghela nafas. Aku masih belum yakin Vir. Apakah ini cinta ataukah bukan. Ataukah aku sekedar tiba-tiba mencium dia gara-gara tertarik dengan peristiwa tadi ketika air kran muncrat membasahi bajunya. Ah, entahlah. Kupandangi gitar yang sekarang ada fungsinya itu. Aku bawa gitar itu masuk ke dalam. Kulihat Vira sudah menyelimuti dirinya di sofa. Aku letakkan gitar itu tempat semua di dekat rak buku. Ku dekati Vira. Ia memejamkan mata, bisa jadi cuma pura-pura tidur. Aku tak berani menyentuhnya, hanya menatap dia. Kemudian aku masuk ke dalam kamarku.

Ada sejuta pertanyaan di dalam dadaku yang tak bisa kumengerti. Kenapa aku menciumnya tadi?

********* Perfect Love ********​

“Tunjukkan di mana temanmu itu tinggal!” kataku.

Kami berdua sudah berada di dalam mobil meluncur ke Tangerang. Mobilku melintas dengan tenang menyusuri jalanan di Cikupa. Agaknya Vira suka sekali diajak jalan-jalan seperti ini. Dia gembira sekali melihat kiri kanan sambil bertingkah kekanakan. Tujuan kami untuk pergi ke rumah temannya, menghapus rekamannya dan selesai. Seharusnya ini mudah.

Aku kemudian berhenti di sebuah rumah dengan pagar yang cukup tinggi.

“Beneran ini rumah temenmu?” tanyaku.

Vira mengangguk.

“Gimana masuknya? Rumahnya dikelilingi pagar tembok, eh pintu masuknya seperti pintu Valhala.”

“Trus?”

“Kita batalin deh menghapus rekamannya. Moga aja polisi nggak menyelidiki sampai ke sana dan temenmu itu pulangnya lama”

“Oh, begitu?”

Akhirnya kami pulang. Tapi aku punya rencana lain sih. Aku mengaktifkan ponsel yang kugunakan untuk menghubungi Arthur. Hal ini agar polisi aku kecoh untuk mencarinya ke sini. Dan aku pun menghubunginya.

“Uangnya sudah siap?” sapaku.

“Siap, tapi aku perlu tahu anakku baik-baik saja!” katanya aku loud speaker.

Aku beri aba-aba kepada Vira untuk pura-pura.

“Papa, tolong aku pa!” kata Vira dengan suara yang dibuat-buat.

“Vira! Vira!” panggil Arthur.

“Nah, sudah dengar bukan? Ingat! Besok kita akan beraksi. Aku akan menghubungi Anda pukul sembilan,” setelah itu aku tutup teleponnya, tapi tidak aku matikan.

Vira cemberut.

“Kenapa?” tanyaku.

“Aktingku jelek yah tadi?” tanyanya.

“Sangat jelek!” kataku.

TOK! TOK! TOK!

Aku kaget ketika seorang ibu-ibu mengetuk kaca mobilku. Vira aku suruh untuk menundukkan wajah.

“Maaf mas, saya mau tanya. Apa mas orang daerah sini? Saya nyari alamat koq nggak nemu-nemu yah?” tanya ibu-ibu itu kepadaku.

“Oh saya bukan orang sini bu, maaf,” kataku.

“Oh, begitu ya, saya kira orang daerah sini. Mari mas kalau begitu,” katanya. Ibu-ibu itu melihat Vira sekilas lalu pergi.

“Fiyuuhh…hampir saja, pulang aja yuk!” kataku.

Akhirnya kami pun kembali ke apartemenku. Agak sore ketika aku sampai di apartemenku. Ketika di tempat parkir aku terkejut karena melihat mobil orang tuaku ada di sana. Wah, bisa gawat ini. Aku segera tanya Pak Satpam.

“Pak, apa orang tuaku datang?” tanyaku.

“Iya mas, tadi siang datang,” jawabnya.

“Oh, ya sudah. Bapak nggak bilang yang aneh-aneh kan?” tanyaku.

“Nggak mas tenang aja, Hehehehe”

Aku kembali ke mobilku, kudapati Vira masih di mobil.

“Kamu bisa tunggu di sini?” kataku.

Dia pun bertanya, “Kenapa?”

“Bonyok datang,” kataku.

“Eh, kenalin dong ama orang tuamu!”

“Eitss…kamu gila apa? Kamu itu aku culik!”

“Masa’ kamu tega ninggalin aku sendirian di tempat parkir ini? Nanti…nanti kalau aku diculik beneran gimana?”

Arggh…sialan, si Hello Kitty ini bener-bener bikin aku gemes. Aku akhirnya menghela nafas. Bingung jua. Vira pun keluar dari mobil.

“Udah deh, aku punya akal koq,” kata Vira.

“Caranya?”

“Ayolah naik yuk!” ajaknya.

Kami pun naik ke apartemenku. Setelah kami naik melalui elevator kami pun sampai di depan apartemenku. Tak perlu aku buka kuncinya karena ortuku pasti ada di dalam. Dan benar, pintu tak terkunci aku segera masuk. Aku lihat bokap sedang duduk santai di sofa dan nyokap ada di dapur.

“Ehh…anak mama udah pulang, kejutaaaan!” kata mama.

Papa menoleh ke arahku dan Vira. “Lho, siapa ini?”

Mama juga terkejut melihat Vira, “Eh, iya. Ada tamu rupanya”

“Ma, pa, kenalin ini…” belum sempat aku bilang namanya Vira udah bicara saja.

“Namaku Iskha Om, Tante, temennya Arci,” kata Vira sambil membungkuk.

Aku berbisik, “Koq pake nama Iskha?”

“Daripada mereka tahu aku Vira?” bisiknya balik.

Boleh juga idenya menyamarkan nama. Moga aja bisa jadi alibi nanti kalau polisi bertanya kepada kedua orang tuaku. Aku segera melepas sepatuku dan menyalami papa dan mama. Vira ikut-ikutan menyalami kedua orang tuaku.

“Arci, ikut mama sebentar!” kata mama. Ia langsung menggeretku masuk ke dalam kamar. Lalu pintu kamar di tutup. “Eh, itu calon mantu ya? Cakep banget. Kamu emang nggak salah milih.”

“Eeerr…ehhmm…nggak sih ma cuma temen,” kataku.

“Halaaah…nggak usah malu-malu, dari cara dia megang lenganmu tadi mama tahu dia pacarmu kan?”

Aku bingung mau bilang apa. Akhirnya meluncurlah kata, “Ya deh”

“Koq ya deh? Jawaban macam apa itu?” tanya mama.

“Iya, dia pacarku. Puas mama?” aku segera keluar dari kamar lagi.

Aku lihat Vira ngobrol dengan papa.

“Udah lama pacaran ama Arci?” tanya papa ke Vira. Wah, pikiran kita koq sama ya?

“Baru-baru aja koq om,” jawab Vira. Aku pun duduk di dekat Vira. Sekalian akting juga ah, biar mereka nggak curiga.

“Jadi, kenapa papa ama mama kemari?” tanyaku.

“Ya kepengen lihat anak kesayangan dong, emangnya ngapain?” kata mama.

Akhirnya hari itu total Vira diinterogasi oleh mama dan papa. Tapi dengan tenang Vira menjawab semuanya. Dia juga cerita kebiasaanku di rumah ini, pintar masak, rapi dan sebagainya. Vira juga bilang kalau wallpapernya ia tambahkan Hello Kitty biar ada nuansa lucunya. Soalnya katanya aku ini orangnya terlalu serius. Kemudian sampailah kepada sebuah pertanyaan pamungkas khas orang tua.

“Kapan kalian menikah?” tanya mama.

“Ah..itu…masih jauhlah ma,” jawabku.

“Halaaah, kalian udah serasi gitu lho koq ya mau lama-lama?” kata papa menimpali.

“Iya, mama kepengen cepet gendong cucu,” sambung mama.

“Kalau saya sih, terserah mas Arci aja deh,” kata Vira. Aku mengerutkan dahiku sambil menoleh ke arahnya. Vira malah cengengesan.

“Naaah…tuh, Iskhanya udah setuju. Kamu mau nunggu apa?” tanya mama.

“Oh ya, papa ama mama mau nginap di sini?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.

“Ya mana mungkin kami nginap di sini, ranjangnya cuma satu gitu. Biar Iskha aja nginap sini, ya?” goda mama.

Vira tersipu-sipu.

“Mama tadi bawa oleh-oleh, makanan-makanannya udah mama taruh di freezer. Mama juga kasih kamu baju baru di lemari, mama juga bawain buah Naga kesukaanmu sama buah Pear, juga Sirsak. Ya udah deh, mama ama papa mau ke hotel dulu,” kata mama.

“Lho, emangnya ke sini ada urusan apa ma?” tanyaku.

“Kami diundang di salah satu stasiun tv untuk diwawancara,” kata papa.

“Oh ya?” aku menegakkan alis.

“Iya, besok kami akan diwawancara Live, seputar pengusaha gitu,” kata papa.

“Oh, makanya kalian ke sini ya?”

“Iya, sekalian bawain oleh-oleh buat anak. Kalau tahu ada calon mantu di sini pasti mama bakal bawa yang lebih,” kata mama.

Aku nyengir kuda.

“Ya sudah, papa mau tinggalin kalian di sini kalau begitu, takut ganggu hehehe,” papa lalu beranjak.

“Ingat lho Ci, jangan sampai lecet, dijaga calon mantu mama!” kata mama.

“Iya, mah iya!” kataku.

Papa ama mama kemudian keluar dari apartemenku. Vira dan aku menghela nafas.

“Fiyuuhh, hampir saja,” kataku.

“Hihihihi, papa ama mamamu menyenangkan ya orangnya,” kata Vira.

“Koq ide kita tadi sama ya? Pura-pura pacaran”

Vira mengangkat bahunya.

“Udah ah, aku mau mandi. Besok kita sibuk aku mau istirhat malam ini,” kataku.

“Arci, ngomong-ngomong…kalau misalnya kita pacaran beneran salah nggak?” tanyanya.

“Kenapa emangnya?”

“Nggak apa-apa sih, tanya aja”

“Kalau sekarang kita pacaran, salah. Karena kamu aku culik”

“Kalau misalnya aku nggak kamu culik? Kira-kira?”

“Mungkin nggak salah”

Vira tiba-tiba memelukku dari belakang.

“Eh, apaan sih?” gerutuku.

“Ci, habis ini kita pacaran yuk?” katanya.

“Heh?”

“Ayolah Ci, kita pergi gitu kemana kalau penculikan ini berhasil. Ya? Ya? Ya?”

Aku juga bingung terhadap hal ini. Vira cakep sih, cantik, manis, imut, lucu, ngegemesin. Apalagi aku dan dia sama-sama jomblo. Aku berusaha melepaskan pelukannya, aku kemudian membalikkan badanku. Aku memegang bahunya, kedua mata kami beradu.

“Tujuanku hanya ingin memberikan papamu pelajaran, sementara kita jangan terlalu jauh dulu ya?” kataku.

Vira menghela nafas. “Kamu janji?”

“Janji apa?”

“Kalau ini semua selesai kamu mau jalan denganku?”

Aku bingung menjawabnya. Mungkin karena aku lama menjawab akhirnya Vira pun bosan.

“Udah deh, nggak usah dipikirkan. Aku kan cuma korban penculikan,” katanya. Ia lalu berbalik dan merebahkan diri di sofa. Sejurus kemudian ia sudah menonton saluran tv HBO yang kebetulan saat itu sedang menyiarkan film Harry Potter.

Aku bingung sekarang menghadapi ini semua. Tapi rencanaku harus jalan terus. Arthur harus diberi pelajaran.

Bersambung

Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂

Daftar Part