Kesempurnaan Cinta Part 6

KisahMalam Cerita Dewasa Bersambung Kesempurnaan Cinta
Kesempurnaan Cinta Part 6
Did it Worked?
Hari Senin, saatnya beraksi. Aku sudah menyiapkan seluruh rencanaku pada hari itu. Dan aku mengajak Vira ikut serta. Setelah tadi malam aku merekam seluruh suaranya, ia heran kenapa aku melakukannya. Aku bilang bahwa ini untuk trik khusus. Aku suruh dia nanti untuk menunggu di Hotel Indonesia.
“Seharian ini kita bakalan sibuk, kamu siap?” tanyaku.
“Iya, aku siap,” jawabnya.
Mobil pun aku pacu. Pertama rencanaku adalah aku harus terlihat berada di kantor. Sementara Vira harus menyewa sebuah kamar di Hotel Indonesia. Dari sana dia akan mengawasi mobil papanya yang aku arahkan ke sana. Kedua, aku akan terus memandu papanya untuk pengiriman uangnya. Ketiga, uangnya nanti akan diambil oleh orang lain yang telah aku siapkan triknya. Keempat, aku akan menerima uang itu tanpa bergerak dari tempatku. Kelima, Vira dan aku bertemu lalu kami berpisah di Ancol.
Rencana pertama aku harus terlihat di kantor. Saat itu aku melihat Pak Arthur sedang di ruangan Pak Romi. Entah apa yang mereka bicarakan aku tak peduli. Segera aku telepon dia dengan ponsel yang biasa aku gunakan untuk mengancam kemarin, tentunya dengan SIM card yang berbeda.
Dia mengangkat teleponnya, “Halo?”
“Sudah disiapkan uangnya?” tanyaku.
“Sudah, ada di bagasi,” jawabnya.
“Bagus, segera bawa uangnya ke Bundaran HI, engkau akan menerima instruksi lebih lanjut di sana. Ingat kalau aku tahu kamu bersama polisi, maka aku akan menghabisi anakmu!” ancamku. Langsung aku mematikan ponselku.
Kulihat Arthur keluar dari ruangannya. Ia terus aku awasi sampai menghilang dari pandanganku. Aku kemudian menghubungi Vira di telepon.
“Ya?” sapanya.
“Dia mulai bergerak, aku akan suruh dia memutari bundaran HI sampai lima kali, lihat apakah ada mobil yang mengikutinya misalnya ikut berputar dua kali atau lebih, kalau aman hubungi aku lagi,” kataku
“OK!” katanya.
Aku kemudian mengumpulkan timku agar mereka bertemu denganku di ruang RnD. Segera aku ke ruangan itu menemui tim zombie kita. Mereka seperti biasa, seperti zombie.
“Ok, siapa di antara kalian yang ingin nonton?” tanyaku.
Semuanya berpandangan.
“Ini serius!” kataku.
Langsung semua anggota tim RnD angkat tangan. Just as espected.
“Kalian hari ini nggak usah kerja, muka kucel semua gitu. Hari ini kita nonbar sama makan-makan, aku yang traktir,” kataku.
“Wah, beneran bos?” tanya salah seorang di antara mereka. Aku belum ingat siapa nama-nama mereka semua.
“Iya dong, beneran. Ya sudah, sekarang aku ingin kalian berkemas. Hari ini pokoknya ruangan RnD harus kosong!” kataku.
“Siap bos!” seru mereka serempak.
Ternyata memang anak-anak RnD ini tidak pernah ada waktu buat refreshing. Sekali refreshing mereka gembiranya setengah mati seperti anak TK yang main di taman bermain. Aku kemudian pergi ke bendahara untuk request dana untuk nonton bareng. Bendaraha sampai heran.
“Emang buat apa nonton bareng?” tanyanya.
“Buat mencari ide dan inspirasi baru,” jawabku.
Pak Romi yang menandatanganinya agak aneh aja dengan requestku. Tapi karena beliau saking percayanya kepadaku akhirnya mengiyakan saja. OK, dana buat nonton bareng sudah ada. Aku akhirnya keluar dari kantor. Selama perjalanan ke bioskop aku terus memantau kontak dari Vira. Aku juga menelpon Arthur.
“Anda sampai di mana?” tanyaku.
“Aku hampir sampai di bundaran HI,” jawabnya.
“Tetap berputar-putar di bundaran HI sampai aku menghubungimu,” kataku. “Anda pakai mobil apa?”
“Mobil BMW warna hitam nomor plat B 4*** ILO,” jawabnya.
“OK,” aku menutup teleponnya.
Tak terasa aku pun sampai juga di bioskop. Waktunya rencana selanjutnya. Aku kemudian membooking tiket. Aku sengaja memilih deret kursi tengah sedangkan anggota timku memilih bebas. Aku kemudian masuk ke gedung teather bersama anggota tim RnD. Mereka semua sudah asyik sendiri. Film pun dimulai. Lampu gelap. Aku pun kemudian keluar dari gedung teather. Aku harus punya alibi bukan? Inilah alibiku.
Aku menghubungi Vira, “Bagaimana Vir? Kelihatan?”
“Iya, mobil papa udah berputar-putar di Bundaran HI, tak ada yang mengikuti,” katanya.
“OK, terus pantau. Aku akan mengarahkannya ke arah yang lain,” kataku. Teleponku aku tutup. Setelah itu aku memakai telepon yang lain untuk menghubungi Pak Arthur.
“Pak Arthur?” sapaku.
“Ya, aku sudah lama berputar-putar ini,” katanya.
“Pergi ke Delivery Rocket pengiriman dokumen. Kirimkan uangnya ke alamat yang akan aku SMS kepadamu setelah ini,” kataku.
“Ngirim uang pake kurir?”
“Ada yang aneh? Lakukan saja! Setelah itu kirimkan nomor resinya ke nomor ini segera!”
Aku kemudian mengirimkan sebuah alamat melalui SMS. Setelah itu aku matikan ponselku. Delivery Rocket kantor pengiriman dokumen itu hanya satu kantornya di kota ini. Aku pun melajukan mobilku untuk segera pergi ke Delivery Rocket yang jaraknya tak jauh dari tempat aku nonton bareng.
Aku memarkirkan kendaraanku tak jauh dari kantor kurir itu. Kemudian setelah menunggu beberapa menit datanglah mobil BMW ke kantor kurir itu. Dari dalam mobil keluarlah Pak Arthur, ia membuka bagasinya kemudian membawa tiga buah tas yang besar lalu dibawa masuk ke dalam.
Aku segera menghubungi Arthur lagi, “Anda sudah sampai?”
“Ya aku sudah sampai,” jawabnya.
“Bagus, kalau begitu kirimkan ke alamat yang tadi aku maksudkan. Dan isi nomor teleponnya dengan nomor telepon yang akan aku kirimkan lewat SMS tadi, sehingga nanti kurir kalau salah alamat bisa menghubungiku,” kataku.
“Iya, aku mengerti,” katanya. “Setidaknya aku ingin mendengar suara putriku!”
“OK, sebentar,” kataku.
AKu kemudian memilih file rekaman di ponsel Samsung Galaxy S4 milikku. Lalu aku menghidupkan rekaman suara Vira, “Papa, papa?!”
“Vira?! Kamu tak apa-apa?” tanya Arthur.
“Papa, aku baik-baik saja. Lakukan apa yang mereka minta!” suara Vira di rekaman.
“Cukup! Sudah mengerti kan? Lakukan apa yang kami inginkan,” kataku.
“Baiklah,” kata Arthur. Aku senang sekali dan ingin melihat wajahnya ketika aku peralat seperti ini. Rasanya bakal puas kalau aku bisa mengerjainya. Tapi aku masih berdebar-debar kalau-kalau polisi mengikutinya.
Setelah beberapa saat kemudian Arthur keluar dari kantor Delivery tersebut. Dan kini ia pun pergi dengan mobilnya. Setelah mengawasi cukup lama aku kemudian kembali lagi ke bioskop agar anggota tim yang lain tidak curiga dan mendapatiku masih ada dan nonton bareng bersama mereka. Untungnya filmnya pernah aku tonton jadi aku bisa bercerita banyak dengan mereka nanti kalau misalnya mereka tanya-tanya sesuatu.
OK, dalam waktu tiga puluh menit aku sudah kembali ke teather dan duduk di kursi tempat aku tadi pergi. Aku nikmati sisa-sisa filmnya lalu setelah itu ending semua bubar. Mungkin karena filmnya seru sehingga mereka tak sadar kalau aku tadi keluar dari ruangan studio ini.
Anggota tim akhirnya berkumpul lagi setelah itu aku ajak mereka ke food court. Kemudian ponsel yang digunakan untuk ditelpon oleh kurir pun berbunyi. Aku menyuruh anggota timku makan sepuasnya nanti billnya aku yang bayar. Mereka pun bersenang-senang hari itu, tak ada lagi wajah zombie yang kelihatan dari raut wajah mereka.
Aku segera pergi sejenak menerima telepon. Kurir ini terkenal cepat kerjanya, bahkan sekarang saja mereka sudah menelponku.
“Pak ini mau dikirim ke mana?” tanyanya. “Koq alamatnya katanya nggak ada.”
“Sebentar, saya pake nomor ponsel yang satunya ya, ini nomormu?” tanyaku.
“Oh, iya pak,” katanya.
AKu lalu menekan nomor itu di layar ponselku yang lain. Lalu aku matikan yang aku gunakan untuk ditelpon olehnya tadi. Kemudian aku menelpon dia. Segera dia mengangkat.
“Halo, ini saya yang barusan ditelpon tadi,” kataku.
“Dengan Pak Reza?” tanyanya.
“Iya, saya sedang ada di Hotel Indonesia lantai empat. Bisa tolong kirimkan ke kamar nomor 400?”
“Oh, OK,” katanya.
“Nanti kalau ada apa-apa telepon aku di nomor ini ya,” kataku kemudian setelah itu aku menutup telepon. Aku kemudian kembali ke meja makan. Aku habiskan waktu yang menyenangkan bersama timku. Setelah nonton selesai, makan-makan selesai aku kemudian pamit, tim aku ijinkan pulang atau kembali ke kantor. Hari ini aku sengaja membuat surprise buat mereka.
Moga aja dengan perlakuanku tadi tim RnD nggak seperti tim zombie. Iyalah, dari semua tim hanya tim kami saja yang orangnya kelihatan kucel, nggak terawat, ngupilan, rambut awut-awutan, bahkan mungkin setan aja takut ama mereka. Tampaknya setelah nonton dan makan bareng tadi mereka sedikit bersemangat, punya gairahlah walaupun dikit.
Aku tidak langsung pulang tapi pergi ke Hotel Indonesia. Aku memang menyuruh Vira untuk menunggu orang yang mengantarkan barang. Aku memang menyewa dua kamar, kamar 400 dan 401. Ketika kurir datang meletakkan barangnya dia akan menelponku.
“Pak, halo?” sapanya.
“Ya halo,” jawabku.
“Sudah di depan kamar 400 pak,” katanya.
“Makasih, tinggalkan saja saya sedang makan siang,” kataku.
“Oh, baik. Makasih pak telah memakai jasa kami,” katanya.
“Sama-sama,”jawabku. Aku segera menutup teleponku dan membuangnya. SIM Card aku lepas, lalu ponselnya aku masukkan tong sampah. Aku kemudian menelpon Vira.
“Yap, Halo?” sapanya.
“Ambil paketnya di luar!” kataku.
“Siap boss!” jawabnya.
Aku kemudian menutup teleponku dan membuangnya lagi seperti tadi. Setelah itu aku melaju di atas jalanan macet menuju Hotel Indonesia. Prosentase kemungkinan rencanaku berhasil adalah 90%, aku tinggal melihat uangnya saja. Dengan tenang aku memarkir kendaraanku di basement, kemudian segera ke ruangan 401. Aku mengetuk pintu dan wajah Vira langsung nongol.
Ia melompat-lompat kegirangan melihatku. Dari ekspresinya sudah pasti rencanaku 100% berhasil.
“Kamu emang pinter banget Ci! Berhasil!” serunya. Dia langsung menarikku dan memperlihatkan tiga buah ransel besar. Aku cuma tersenyum kecut. Terlalu gampang? Mungkin.
“Ya udah deh, segera dipindah dan buang ranselnya,” kataku.
Kami sudah mempersiapkan tiga kopor besar. Dari siang sampai malam kami sibuk menata uang di koper dan menghitungnya. Capek juga yah ngitung uang sebanyak ini. Mataku saja sampai capek. Baru kali ini aku megang duit beneran sejumlah 3 Milyar. Tapi aku bukan orang yang ndeso yang kalau ada uang 3 M langsung dibuat kasur. Nggaklah, tetap cool. Emangnya kalian yang terkadang pake acara norak sebar-sebar uang? Nggak lah, stay cool.
Aku dan Vira berhasil mengumpulkan semua uang ini. Aku sendiri nggak percaya. Tapi biasanya bakal ada orang yang masuk nodongin senjata dan kami terlibat perkelahian. Atau tiba-tiba ada polisi datang. Tapi setelah kami diam di kamar selama dua jam sambil menata uang, nggak ada yang masuk.
Gila men, mimpi apa semalam lihat duit 3 M. Aku dan Vira ketawa-ketawa di kamar. Jelas saja perasaan kami campur aduk, antara senang dan tidak percaya. Aku kemudian menelpon Arthur dan berkata, “Uang telah diterima paket akan kami kirimkan besok”
Tapi meskipun aku sudah dapatkan hasil 100% keberhasilan dari rencanaku ada satu yang belum. How about the girl? Oke, kalian mau tahu bagaimana Vira bisa telentang aku tindih tanpa busana? Semuanya hanya karena sentuhan. Just a magic touch.
Setelah kami mengumpulkan uang dan memasukkannya ke dalam koper, aku dan dia duduk bersebelahan sambil menatap koper itu. Kami bingung, berbagai pikiran berkecamuk. Kalau misalnya duit itu dibeliin ayam goreng dapat berapa, dibeliin kerupuk dapat berapa, dibeliin tempe bisa jadi satu kampung muntah semua. Dengan duit segitu aku bisa pensiun dini, depositoin itu ke bank dan tiap bulan cuman nikmati bunganya aja. Atau aku pergi ke Karibia menghabiskan waktuku berjemur atau berenang. Atau ke Dubai menikmati pemandangan dari gedung pencakar langit tertingginya.
Tapi daripada menghabiskan uang tersebut, di sebelahku ada bidadari imut yang sejak dari kemarin kepengen aku cium. Ya, siapa lagi kalau bukan Vira. Aku menengokkan kepalaku ke samping. Kami berdua mungkin sudah ditakdirkan untuk berciuman hari itu. Ya, aku pun mencium dia dengan ganas, dengan nafas memburu dan Vira benar-benar menerimaku. Mungkin seperti pucuk dicinta ulam pun tiba. Entah apa itu ulam. Ulam dalam bahasa jawa itu artinya daging empal. Tahu kan daging sapi yang ditumbuk yang biasanya dihidangkan dengan soto atau nasi pecel? Lho, koq malah ngomongin makanan.
Oke back to my moment.
Aku dan Vira berpelukan erat sambil kedua bibir kami tak lepas satu sama lain. Kami saling mengecup, menghisap ludah masing-masing. Kedua tangan Vira mengusap dadaku hingga ke pundak dan dia melingkarkan tangannya di leherku. Ia lalu melepaskan ciumannya. Kedua matanya menatapku dengan sayu.
“Ci, panggil aku Iskha,” katanya.
“Hmm? Kenapa?”
“Karena nama itu yang dikenal orang tuamu kepadaku, panggil aku malam ini dengan sebutan itu ya, kumohon”
Agak aneh permintaannya, tapi aku pun akhirnya memanggilnya, “Iskha….”
Vira menciumku lagi. Ah, entahlah. Aku belum pernah bilang cinta kepadanya. Jadian aja belum. Mungkin karena getaran-getaran listrik yang saling mengejutkan di kamar 401 ini membuatku jadi tertarik kepadanya. Kami pun berciuman makin lama-makin hot. Ketika aku buka kancing kemejanya ia diam saja, kuloloskan kemejanya hingga ia kelihatan bra dengan cup 34c. Ciumanku beralih ke pipi, lalu ke lehernya.
“Ahh….Arci..,” desahnya.
Ia juga perlahan-lahan membuka kancing bajuku. Satu per satu kancing bajuku di lepasnya dan aku sudah bertelanjang dada. Vira mencium dadaku, dibenamkan wajahnya ke dadaku, ketika dia berbuat seperti itu. Aku buka kaitan bra-nya. Dengan satu gerakan loloslah penutup buah dadanya itu. Wajahnya yang imut kembali menatapku.
“Aku tak tahu ini cinta atau tidak, tapi aku tak menyesalinya kalau ini adalah cinta,” kataku.
“Fuck that Arci, kalau lo emang suka ama aku bilang aja. Aku juga soalnya,” dia menciumku lagi.
“Tapi, aku butuh alasan untuk mencintaimu”
“Apakah harus? Sejak bertemu denganmu itu sudah jadi alasan kenapa aku bisa sampai menyukaimu”
Apa aku harus menolaknya? Tidak. Tidak perlu. Aku tak akan mengecewakannya. Aku langsung menciumi lehernya lagi. Iskha mendesah. Ia pun kutidurkan di atas ranjang. Tangannya terus memeluk leherku dan jemarinya meremas-remas rambutku. Kuhisap putingnya yang runcing mengacung. Kuremas-remas buah dadanya yang padat dan kenyal itu. Harum bau tubuhnya benar-benar memabukkanku. Kulihat lagi wajahnya yang kini matanya sudah terpejam menikmati sentuhan-sentuhanku.
Damn, kenapa perasaanku seperti ini sekarang. Benarkah aku jatuh cinta kepadanya?
Aku buka kaitan celananya. Vira membantuku meloloskannya tak hanya itu ia juga melepaskan celana g-stringnya. Eh? Sungguhan? Iya, aku bisa melihat sesuatu yang disebut mahkota wanita terpampang di sana. Sesuatu dengan bulu-bulu halus. Vira membantuku melepaskan ikat pinggangku, lalu celanaku dan kami sudah telanjang sekarang. Bugil bo, bugil. Tahu kan bagaimana kalau cowok ngelihat cewek bugil. Tentu saja, tongkat pusakanya tegang 100%.
Vira menatapku dengan mata sayunya lagi. Aku menindihnya. Ahhh..hangatnya tubuh cewek ini. Ia mengusap pipiku.
“Aku cinta kamu ci,” katanya.
“Vi..maksudku Iskha. Kamu pernah beginian?” tanyaku
Ia menggeleng.
“Sungguh?”
Ia mengangguk.
“Jadi aku yang pertama dong?”
“Kamu sendiri?”
“Hmm… kalau aku pernah?”
“Berarti kamu bisa melakukannya dengan lembut kan?”
“Entahlah”
Kami berpagutan lagi. Tanganku sudah mulai mencolok-colok liang senggamanya. Menggesek belahan bibir kemaluannya yang lambat laun mulai becek. Kepala pionku mulai aku pasang di depan liang senggamanya. Mata Vira menatap sayu kepadaku. Wajahnya benar-benar cantik, imut, membuatku ingin menciumnya lagi.
Sambil berciuman tongkatku udah mulai masuk sedikit. Vira mengakangkan kakinya. Ia benar-benar pasrah kepadaku, Ketika hentakan kemaluanku pertama kali merobek keperawanan miliknya untuk pertama kali ini membuat Vira melenguh sambil memelukku erat. Matanya terpejam dengan ia menggigit bibir bawahnya. Aku tekan perlahan. Terasa kedutan-kedutan meremas-remas batang kemaluanku.
“Cii…!” pekiknya.
Aku elus-elus rambutnya untuk memberikan rasa nyaman. Batangku benar-benar keras, ditambah lagi seperti ada rasa remasan-remasan memelintir kemaluanku. Antara enak dan ngilu, kombinasi yang memabukkan. Perlahan-lahan aku pun menekan lagi hingga untuk pertama kalinya aku merobek keperawanan seorang cewek.
“Aahhkk!” pekiknya lagi. Ia menatapku lekat-lekat. Matanya berkaca-kaca, seolah-olah menyiratkan “sakit bego!”
Aku diamkan kemaluanku di dalam liang senggamanya. Hangat, ngilu, enak, campur jadi satu. Lendirnya pun banjir membasahi batangku. Aaahhh…gini ya rasanya ngentot. Jujur, ini pertama buatku. Dan, iya….aku akui aku suka ama dia.
“Iskhaa…ahhh…aku cinta kamu,” bisikku di telinganya.
“Aku juga Ci….aaahhh…!” balasnya.
Kenikmatan yang menggelora ini membuatku makin mabuk kepayang. Aku pun mulai menarik pantatku dan memajukannya. Seiring gesekan kulit kemaluan kami, membuatku tak bisa menyembunyikan betapa nikmatnya persenggamaan ini. Berkali-kali Vira aku goyang dan berkali-kali juga ia melenguh.
“Nikmat sekali Iskh…,” bisikku.
“Aahh..iya Ci…aahh…ahh..”
Kamar itu pun menjadi panas dengan perguluman kami berdua, Pinggul kami sama-sama bergoyang, kemaluannya benar-benar mengocok dan mengempot-empot batangku yang sudah mengeras maksimal. Bunyi benturan selakangan kami memenuhi ruangan kamar 401 ini. Ahh…aku tak ingin cepat-cepat, aku sangat menikmatinya. Begitu juga Vira. Aku tak tahu alasan kenapa dia ingi dipanggil Iskha.
Mungkinkah memang cinta itu tak perlu alasan. Tak perlu sesuatu untuk dijadikan patokan kenapa aku harus suka, kenapa seseorang harus cinta. Bisa jadi yang aku lakukan ini karena instingku sebagai lelaki normal di hadapan cewek bugil, polos tanpa busana. Imut, cantik, menggemaskan, sebagai lelaki normal mencium bibirnya yang lembut adalah hal yang sangat lezat. Ya, lezat tentu saja. Anda pernah merasakan bagaimana es krim yang lumer di lidah? Ketika setiap sentuhan es krim ke bibir kita itu rasanya dingin? Ya, itulah yang aku rasakan ketika bibir lembutnya aku cium.
Dan sekarang kejutan lainnya adalah lidah kami saling bertemu. Menghisap satu sama lain. Mencari celah-celah kenikmatan. Aku memeluk tubuhnya sambil menggenjot dengan irama yang tidak terlalu terburu-buru. Lama-lama aku tak kuat. Penis yang selama ini nggak pernah menggesek liang senggama cewek ini pun akhirnya mulai merasa gatal, geli dan rasanya mengeras.
“Aaahhkk…Vi..maksudku, Iskha..aku…mau kelaur!” kataku.
“Iya…ahhkk…dikit lagi, tahan dong!” katanya.
Aku terus menggenjotnya makin lama, makin cepat, cepat lagi. Dan Vira menggeleng-gelengkan kepalanya kiri kanan. Ia juga makin memelukku erat.
“Aah ahh ahhh…ahhh..ahh…ahhh..ahhhkk… Ciii…nyampe Ciii…..aaaaaaakkkhhh!” jeritnya.
Aku juga akhirnya nyemprot. Aku nggak kuat lagi, pertahananku jebol. Kemaluannya benar-benar menjepitku rasanya nikmat sekali. Eh…koq aku keluar di dalam? Terlambat. Aku baru sadar setelah spermaku keluar semua. Aku ambrukkan kepalaku di bantal. Badanku masih menindih Vira. Nafas kami masih belum tenang. Rasanya nikmat sekali, aku tak pernah merasakan seperti barusan.
Aku bangkit dan melihat hasil perbuatanku di bawah sana. Ketika penisku kutarik, Vira sedikit menggelinjang. Becek sekali kemaluannya, ketika penisku kutarik spermaku yang ada di dalamnya juga ikut meleleh keluar bercampur dengan bercak darah keperawanan miliknya. Gila, aku barusan merawanin anak orang. Tiba-tiba rasa bersalah datang kepadaku. Tapi, buru-buru kutepis. Aku suka ama Vira. Ya, aku akui itu. Dan rasanya nggak enak juga ngerjain calon mertuaku seperti ini.
Vira pun tertidur dengan posisi mengangkang. Aku sedikit geli melihat posisi tidurnya itu. Buru-buru aku menyelimutinya dan tidur di sebelahnya. Vira menggeliat dan memelukku.
Oke, jadi perfect bukan hidupku? Dapat duit, dapat ceweknya. Kalian iri? Iya harusnya iri. Tapi persoalannya belum berakhir sampai di sini. Aku tak bisa tidur malam itu. Masih terjaga. Vira mendengkur halus dalam pelukanku. Ia merasa nyaman. Sebentar lagi kami berpisah. Ia harus aku kembalikan ke Arthur Darmawan. Apakah hubungan kami akan berlanjut? Aku tak tahu. Sebentar lagi peranku sebagai penculik selesai, begitu juga dengan peran dia sebagai korban penculikan juga selesai.
Kami sudah check out dari hotel besoknya. Aku berada di jalanan menuju perumahan Menteng dan mobilku kuhentikan agak jauh dari pos satpam. Aku menyimpan koper berisi uang kami di sebuah brankas di bank. Kami tak perlu memberitahu apa yang ada di dalam deposit box tersebut. Masih di dalam mobil bersama Vira. Aku mengikat tangannya.
“Aku akan menurunkanmu di dekat sini, kamu akan ditolong oleh orang-orang terutama satpam penjaga perumahan,” kataku. “Kunci kopornya aku akan kirimkan kepadamu besok. Jadi kamu bisa ambil bagianmu.”
“Ci, aku ingin pergi bersamamu. Tak bisakah kita pergi, berdua, bersama gitu?” tanyanya.
“Vir, jangan sekarang yah. Kita nikmati dulu apa yang terjadi sekarang,” kataku sambil mengusap rambutnya.
Matanya berkaca-kaca. Aku berikan kecupan lembut di bibirnya. Aku usap pipinya, lalu aku cium lagi dia. Entah kenapa ada rasa tidak tega untuk berpisah dengannya dengan cara seperti ini.
“Maafkan aku,” kataku.
“Jadi, tidak mungkin yah kita pergi gitu? Ke mana kek, ke Australi, England, Praha?”
“Tidak sekarang”
Vira agak kecewa. Dia lalu membuka pintu mobil. Dia menatapku lama, sampai kemudian dia berjalan dengan tangan terikat meninggalkanku. Aku menghela nafas. Benar-benar ada rasa yang sakit di dadaku ketika aku melihat dia pergi. Tapi rencanaku tetap harus berjalan bukan?
Aku pun kembali ke apartemenku. Hari ini aku ijin tidak masuk kerja karena sakit. Ingin menenangkan diri setelah baru saja mendapatkan pengalaman yang mendebarkan seumur hidupku.
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂