Lentera Gelap Part 2

0
1389
Lentera Gelap

Lentera Gelap Part 2

Request from A Friend

Hari ini dunia dihebohkan dengan pernikahan Faiz Hendrajaya, anak dari pemilik Hendrajaya Group dengan seorang artis ternama bernama Iskha. Sejujurnya anakku paling suka lagu-lagu dari artis ini. Bahkan sejak awal Faiz Hendrajaya dan Iskha berpacaran Maria selalu mencari-cari beritanya di infotainment. Menurutnya perjalanan kisah cinta mereka sungguh romantis. Entahlah nak, ayahmu tak pernah membahas infotainment. Ayahmu hanya membahas kasus dan karena itulah kamu bisa sekolah sekarang ini.

Memang sih beberapa waktu lalu ketika siaran LIVE di stasiun tv aku dan istriku menonton siarannya. Ketika Faiz melamar Iskha secara langsung di hadapan penonton. Aku pun ikut terharu menontonnya. Terlebih istriku sampai meneteskan air matanya. Ia pun bilang, “Cara Mas melamar aku waktu itu nggak seheboh ini sih.”

Iya, memang tak heboh. Aku melamar istriku dengan cara sederhana. Kuajak makan malam dan kuberi cincin sebagai tanda lamaran. Maklumlah, pekerjaan mendirikan biro detektif itu tak mudah. Gajinya juga tak selalu besar. Tergantung kasus yang diminta. Untung saja istriku tak meminta lebih. Ia sudah cukup bahagia dengan apa yang aku punya. Ia juga membantuku dengan berjualan baju-baju lewat online.

Maria sekarang usianya tujuh belas tahun. Aku sudah menyiapkan kue ulang tahun untuknya.

Ketika dia turun dari kamarnya aku langsung sambut dia dengan kue itu. “Happy Birthday my heroine!”

“Aahhh….ayah, makasiiihh,” ia langsung meniup lilinnya dan memelukku. Lalu istriku memberikan dia sebuah hadiah. “Kalian emang the best!”

Disusul kemudian Justin yang langsung memberikan kado untuk kakaknya.

“Makasih ya bro,” kata Maria.

“Buka saja!” kataku.

Kami lalu pergi ke ruang keluarga. Maria membuka hadiah dari kami dan ia sangat senang sekali. “Ya ampuun, ayah aku sudah lama kepingin jam tangan ini. Makasih yaa..”

Dia juga membuka hadiah dari Justin. Justin menghadiahi kakaknya sebuah action figured Hello Kitty. Maria mengerutkan dahi. “Bro, aku bukan anak kecil lagi ya. Dan aku sudah nggak suka lagi ama Hello Kitty.”

“Sudah terima saja, toh Justin sudah berusaha,” kataku.

Maria menghela nafas. Ia lalu memeluk adiknya yang masih SMP itu. “Thanks bro.”

“Sama-sama kak,” katanya.

“Kamu sudah tujuh belas tahun, kuharap kamu sudah banyak berubah sekarang. Nggak manja lagi dan lebih dewasa,” kataku.

“Iya ayah, do’ain aku ya,” katanya.

Setelah itu, Maria pergi ke sekolah. Pasti akan banyak kejutan nantinya di sekolah. Aku orang yang cukup bahagia dengan momen-momen ini. Tapi itu tak berlangsung lama.

NARASI MARIA

Kenalkan namaku Maria. Aku anak dari seorang detektif ternama bernama Johan Maheswara. Hari ini aku berusia 17 tahun. Dan ayah memberikanku kejutan yang luar biasa. Aku memang sudah lama ngebet ingin punya arloji kinetik. Siapa sangka ayahku yang membelikanku sebagai hadiah ulang tahunku. Arloji ini sangat cantik, karena ada untaian seperti kristal di angka 12, 3, 6 dan 9. Lagipula jam ini tak memerlukan batteray. Itulah yang aku suka.

Aku ke sekolah naik monorail. Setelah itu aku sambung dengan jalan kaki tak jauh sih sekolahku dari tempat pemberhentian monorail portable. Aku bisa menyapa teman-temanku yang memang naik monorail juga.

“Maria!?” sapa temanku.

“Hai, Retno. Pagi?” sapaku.

“Pagi, eh, ngomong-ngomong boleh dong minta contekan matematikanya, pliiiiss,” ia mengiba.

“Kenapa emangnya? Belum ngerjain?” tanyaku.

“Aku lupa!” katanya.

“Yaelah, emangnya kemarin ngapain aja?”

“Ayolah Mar, ya ya ya?”

“Ya udah deh,” kataku.

Aku segera masuk ke halaman sekolah dan masuk kelas. Seorang anak laki-laki menyapaku. “Hai Mar, happy birthday.”

“Eh,..Andre?” sapaku. Aku terkejut ketika aku diberi sebuah kado kecil. Waduuh…apa isinya.

“Tenang aja, bukan cincin pertunangan koq,” guraunya.

“Cieeee…ciee….,” Retno menggodaku. “Yang inget ulang tahunnya.”

“Ya iyalah inget, kalau nggak inget bisa kena bogem mentah nanti aku,” kata Andre. Andre ini, pacarku. Kami barusan jadian beberapa minggu yang lalu. So sweet dia masih ingat ulang tahunku.

“Hihihi, makasih ya,” kataku.

Ketika aku masuk kelas langsung seluruh kelas mengucapkan selamat kepadaku. “Selamat Ulang Tahun Maria!”

“Makasiiiihhh….” ucapku.

Tak cuma murid-murid sekelas yang heboh, guru-guru juga heboh. Setiap mereka mengajar ke kelasku selalu ngucapin selamat ulang tahun. Bahkan teman-teman dari kelas lain juga mengucapkan selamat. Hihihihi, emang pesonaku sebegitu dahsyatnya kah?

Dari semua murid cuma satu orang yang tidak mengucapkan selamat kepadaku. Namanya Ray. Anaknya memang penyendiri. Tapi sekalipun itu dia orangnya baik koq. Hanya saja dia tak pandai bergaul. Lebih disibukkan dengan dunianya sendiri. Sekalipun dia begitu tapi seluruh pelajaran di kelas bisa ia kuasai. Dan dia selalu mendapatkan ranking satu. Aku tak begitu akrab sih dengan dia. Karena sorot matanya itu tajam sekali, seolah-olah menusuk jantungku. Jadi sedikit mungkin aku menghindari bicara dengan dirinya.

Ray emang tak pernah merayakan ulang tahun. Ia sendiri sebenarnya tak tahu kapan dia dilahirkan, karena dia adalah anak yatim piatu. Dia dititipkan di sebuah panti asuhan KASIH IBU. Jadi wajar saja sih kalau dia tidak mengucapkan selamat kepadaku. Ray cuma menoleh ke arahku ketika aku memotong kue ulang tahun pemberian teman-temanku. Dia mengangguk kepadaku. Aku juga membalas anggukannya.

Sebenarnya Ray itu nggak jelek-jelek amat. Bahkan ia termasuk cowok yang ganteng. Tapi karena ia suka menyendiri dan tak banyak bicara, ia sering dijauhi. Pacar, sudah pasti ia tak punya. Aku tak pernah melihat dia bareng dengan cewek. Atau jangan-jangan dia gay? Hihihihi. Bodo ah.

Tak terasa hari itu heboh pokoknya. Setelah pulang sekolah aku pun jadi bulan-bulanan teman-temanku. Aku diikat dikursi pake selotip dan disiksa. Dilempari tepung, telor. Trus diguyur lumpur. Haduuuuhhh…ini tradisi macam gini siapa sih yang mulai. Bajuku kotor banget. Tapi asyik. Hari itu aku diberlakukan seperti ratu pokoknya. Tapi yang agak gila adalah…kenapa juga aku harus pulang dengan baju sekotor ini?? Huhuhuhu….tega ih mereka.

Di saat aku selesai membersihkan diri di kran yang berada di dekat toilet, aku melihat Ray. Dia memberikanku handuk.

“Eh, Ray. Makasih,” kataku. Aku menerima handuk itu dan membersihkan rambut dan wajahku.

“Bajumu kotor banget, nih pake ini,” dia mengulurkan jaketnya.

“Nggak usah Ray, aku bisa minta tolong Andre,” kataku.

“Orangnya udah pergi. Nggak apa-apa aku nggak bakal ngusilin kamu seperti mereka koq,” katanya. Wah, jangan-jangan dia naksir lagi ama aku. Woi, aku udah punya pacar!

“Makasih,” sekali lagi aku bilang itu.

“Ayahmu seorang detektif terkenal bukan?” tanyanya.

“Iya, kenapa emangnya?” tanyaku.

“Aku ingin minta tolong. Ini menyangkut tentang diriku,” jawabnya.

“Kenapa?”

“Aku ingin tahu siapa orang tuaku sebenarnya,” jawabnya.

Singkat cerita aku dan Ray pulang bersama. Tentunya aku mencopot baju seragamku dan aku taruh di sebuah tas plastik. Dan aku memakai jaket pemberian Ray. Lagian, kemana juga itu si Andre koq nggak nolong pacarnya. Mana aku hubungi ponselnya, BBMnya nggak nyala dibales lagi. Awas ya nanti kalau ketemu. Mau kudamprat habis-habisan dia.

Setelah setengah jam perjalanan, kami pun sampai di rumahku. Tampak sebuah papan “BIRO DETEKTIF JOHAN MAHESWARA” di atas pagar. Papan itu seingatku sudah ada di saana semenjak aku masih balita. Dan tak pernah berubah kecuali ayah menggantinya dengan cat baru. Bahkan paku-pakunya pun masih tetap pada posisinya. Rumahku bukanlah sebuah rumah yang besar. Ukurannya kecil koq. Tapi cukuplah untuk dibuat tempat tinggal.

“Kantor ayahku ada di pintu itu. Masuk saja, aku akan panggilkan beliau,” kataku.

Ray tak bicara ia langsung membuka pintu yang bertuliskan “KANTOR DETEKTIF”. Kemudian dengan langkah tenang ia masuk. Aku segera masuk ke pintu yang satunya. Kulepaskan sepatuku dan kaos kakiku yang basah. Kemudian segera aku taruh di mesin cuci. Kulepaskan jaket milik Ray. Ayah tampak sedang berada di dapur memasak sesuatu.

“Ayah ada temanku yang ingin meminta bantuan jasa detektifmu,” kataku.

“Hah? Temanmu?” tanyanya.

“Iya. Katanya ingin tahu siapa orang tuanya gitu,” jawabku.

“Oh, dia sudah masuk?” tanyanya.

“Iya, sudah masuk di kantor,” jawabku.

“Kamu kenapa koq berantakan seperti itu?” tanyanya.

“Dikerjai teman-teman gara-gara ulang tahun hari ini,” jawabku.

“Ya sudah, segera mandi kalau begitu!” kata ayah.

“OK dad.”

Aku pun berangkat mandi biar nggak lengket-lengket ini. Ugghh… Aku tak berlama-lama di kamar mandi karena penasaran dengan Ray tentu saja. Anaknya memang tak banyak bicara dan misterius. Karena berhubungan dengan orang tuanya aku jadi ikutan penasaran. Setelah mandi yang cepat dengan air hangat di shower aku segera ganti baju di kamar dengan baju casual yang biasa aku pakai di rumah. Sejurus kemudian aku masuk ke kantor detektif ayahku.

Begitu aku masuk ke ruangan ayahku, Ray sudah mau pergi.

“Lho, koq udahan?” tanyaku.

“Iya, aku sudah bicarakan semua dengan ayahmu. Dia bisa membantuku,” jawab Ray.

“Baiklah nanti aku akan kabari lagi ya Ray,” kata ayah.

“Makasih Tuan Johan,” katanya.

Ray kemudian membuka pintu.

“Eh, Ray jaketmu aku ambil sebentar!” kataku.

“Bawa besok saja nggak apa-apa,” katanya.

“Oh, ya udah,” kataku.

Setelah itu ia pun pergi.

Ayah bersandar di kursi kerjanya. Kulihat tatapan matanya sudah menerawang jauh dan jari-jemarinya sudah disatukan. Kalau sudah begini ia sedang sibuk berfikir. Apakah permintaan Ray serumit itu?

“Tadi Ray gimana ayah?” tanyaku.

“Temanmu itu meminta ayah untuk menyelidiki siapa orang tuanya sesungguhnya,” jawab ayah.

“Jelasin dong, cerita!” kataku sambil duduk di kursi di depan meja kerja ayahku.

“Jadi begini. Ray ini kan yatim piatu. Ketika kecil ternyata ia dibuang oleh orang tuanya. Kemudian dititipkan di sebuah panti asuhan KASIH IBU. Sepertinya orang tuanya bukan dari kota ini. Karena ketika peristiwa itu, tidak ada satupun orang di kota ini yang hamil dan melahirkan. Hampir seluruh DNA wanita di kota ini diperiksa tapi tak ada kecocokan semua. Artinya orang tua Ray tidak ada di kota ini. Ayah tahu siapa Ray karena ketika dia dibuang ayah ada di sana mendapatkan laporan tentang bayi yang dibuang.

“Kemudian Ray bercerita bahwa setiap sebulan sekali ia mendapatkan uang dengan jumlah yang tidak sedikit. Bahkan panti asuhan tempat ia diasuh pun mendapatkan uang yang tidak sedikit pula. Uang sebanyak itu bagaimana bisa? Awalnya pihak panti asuhan diam saja. Menganggap mungkin ada dermawan yang memang berbuat baik kepada Ray. Tapi kalau setiap bulan uangnya makin bertambah dan terus menerus secara kontinu, maka sudah pasti ini adalah keanehan. Memang, uang itu bisa menghidupi Ray sampai sekarang. Dan agaknya Ray menjadi penasaran apakah uang-uang itu dikirim oleh keluargnya ataukah tidak,” jelas ayah.

“Wah, ternyata begitu ya kehidupannya Ray. Jadi kemungkinan besar orang tua Ray sangat kaya ya?” tanyaku.

“Bisa jadi, uang yang dikirim tiap bulan juga jumlahnya sangat besar. Setiap bulan Ray mendapatkan uang 20 juta, luar biasa bukan? Dan dia tak pernah menggunakan uang itu sampai sekarang. Totalnya sekarang ada 4 milyar lebih.”

“Waaahhh…itu uang yah?”

“Bukan, itu daun. Ya jelaslah!”

Aku nyengir. Wah, diam-diam ternyata si Ray kaya juga ya. Setelah itu aku makin tertarik untuk mengetahui jati diri Ray.

Bersambung

Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂

Daftar Part